Beranda Editorial Direktur EMC NTB Beri Analisis Antara Quick Count vs Real Count Di...

Direktur EMC NTB Beri Analisis Antara Quick Count vs Real Count Di Pilkada NTB

0
BERBAGI
Survey yang dirilis Tirto Id,Tempo dan
Opini Koranmerah ( Kamis, 28/06)
Oleh: Bambang Karyono, Direktur Elektoral Management and constitusiol (EMC) NTB

Pilkada NTB memasuki babak baru, pasca pelaksanaan tahapan Pungut Hitung 2 juni kemarin publik dihadapkan pada situasi tanpa kepastian akibat data Quick Count (QC) yg di muat sejumlah media. terlebih lagi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Deny JA tidak mengumumkan siapa pemenang pilkada NTB sebagaimana daerah lainnya.
Sikap LSI tersebut akibat tipisnya selisih perolehan suara antara paslon nomor 3 Zul-Rohmi dengan Paslon Nomor 1 Suhaili-Amin yang masih pada margine eror 1,5 persen, ditambah lagi data LSI terjadi perbedaan antara yang termuat dimedia Antara Indonesia dan yang dipublis di sejumlah stasiun Televisi Swasta.
Ketidak-pasti-an hasil pemilihan berdasarkan hasil Qiuck Qount tersebut menimbulkan spekulasi publik terutama tim pemenangan dan pendukung masing-masing calon yang sama sama mengklaim diri menang. situasi ini, menurut hemat saya akan menimbulkan sejumlah potensi yang dapat menimbukkan stabilitas baik stabilitas sosial maupun bahkan stabilitas keamanan yang disebab oleh kecurigaan-kecurigaan tertentu.
Pertama kecurigaan terhadap adanya pihak yang dengan sengaja membangun isu kemenangan sudah ada dipihak yg diuntungkan oleh QC untuk mempengaruhi opini publik. Kedua, kecurigaan akan terjadinya kecurangan rekepitulasi oleh pihak penyelenggara baik ditingkat kecamatan maupun di tingkat KPU Kabupaten dan KPU Provinsi. kecurigaan-kecurigaan publik tersebut adalah hal yang wajar terjadi pada situasi seperi ini.
Potensi-potensi kecurangan bisa saja dilakukan oleh pihak yang tidak diuntungkan oleh QC, tetapi juga tidak menutup kemungkinan pihak yang membangun opini bahwa dirinyalah yang menang juga berpotensi melakukan hal yg sama. sikologi sosial yang dihadapkan pada situasi ini bukan saja rentan mengakibatkan gangguan stabilitas sosial tapi juga gangguan keaman pada setiap tahapan yang akan dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu.
Sebut saja tahap rekapitulasi tingkat kecamatan yang bisa saja ada upaya-upaya tertentu yg dilakukan oleh sejumlah pihak. misalnya mengubah C1 upaya mengubah C1 bukan saja dapat dilakukan oleh penyelenggara namun juga oleh pihak pihak baik yang mengklaim diri menang dengan tujuan memperkuat kemenangan, begitu juga oleh pihak yang mengkalin diri dirugikan oleh QC.
Kasus kecurangan dengan mengubah C1 kerap kali terjadi pada pemilu-pemilu maupun pilkada sebelumnya dengan motiv yang bervariasi, diantaranya C1 yang diberikan kepada saksi adalah C1 yang tidak berhologram, sementara C1 yang dipegang penyelenggara merupakan C1 yang berhologram, sehingga ketika terjadi perbedaan jumlah perolehan suara pada saat rekapitulasi, maka C1 yang berhologramlah yang dijadikan dasar rekapitulasi oleh penyelenggara dalam hal ini adalah KPU.
Bambang Karyono, Direktur Elektoral Management and constitusiol (EMC) NTB
Perbedaan angka dalam rekapitulasi adalah pemicu utama kericuhan di hampir semua tingkaatan rekapitulasi perolehan suara dan tidak mustahil menimbulkan kericuhan. terlebih lagi semua pihak akan merasa dan menggiring opini bahwa pihaknyalah yang benar, data yang dimilikinya adalah data yang valid.
Pada akhirnya pihak yang dinyatakan kalah dalam Real Qount nantinya akan menentukan sikap untuk melanjutkan pada pengajuan peselisihan Hasil Pemilihan di Mahkamah Konstitusi kerjasama semua pihak guna mengawal tahap selanjutnya menjadi penting dilakukan baik oleh aparat kepolisian, pemerintah daerah, penyelenggara pemilu maupun oleh tim sukses dan para pendukung.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here