Sepinya tingkat hunian hotel akibat bencana gempa bumi selama sebulan telah mengancam keberlangsungan hotel-hotel di Senggigi.
Sejak gempa tanggal 5 Agustus 2018 yang berkekuatan 7,0 Skala Richter itu, praktis sebagian besar hotel di kawasan andalan NTB itu sepi hunian. Bahkan banyak yang memilih tutup untuk sementara.
Dari pantauan yang ada, hanya beberapa hotel yang memilih bertahan untuk beroperasi. Salah satunya adalah Kila Hotel.
Menurut Manajer Pemasaran Kila, Fauzan Akbar, mereka tetap bertahan karena kerusakan di hotelnya hanya sedikit.
“Kami hanya mengalami kerusakan minor. Mungkin karena model bangunannya bungalow dan lebih banyak berbahan kayu,” tutur Fauzan.
Senada dengan Kila, Hotel Aruna memilih tetap beroperasi karena juga mengalami kerusakan ringan.
Sepinya okupansi membuat hotel harus mulai was-was. Seperti Kila Hotel misalnya, Fauzan mengaku pihak manajemen tetap harus menyiapkan rata-rata satu milyar rupiah per bulan untuk membiayai seluruh operasional hotelnya.
“Kita sudah khawatir,” aku Fauzan yang menuturkan tingkat hunian hotelnya hanya 50%.
Lebih miris lagi dengan Hotel Aruna. Mereka hanya menerima tamu yang hanya menggunakan 5 kamar dari 143 kamar yang mereka punya.
Dua hotel tersebut memilih tetap beroperasi, walau harus mengeluarkan biaya operasional yang cukup besar. Ada beberapa hotel lainnya memilih tutup.
Menurut catatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lobar, dari 192 hotel dari seluruh kelas setidaknya 117 hotel memilih tutup sementara, sisanya masih memilih beroperasi.
Tutupnya 117 hotel tersebut tentu berdampak pada pemanfaatan tenaga kerja. Menurut Kepala Bapenda Lobar, Hj. Lale Prayatni,
“Rata-rata mereka terpaksa merumahkan sementara para pegawainya,” tutur Lale.
Hotel Aruna yang memilih tetap beroperasi, mereka harus menyingsingkan lengan baju lebih tinggi. Mereka harus mengefisiensikan pengeluarannya.
“Walau tingkat hunian rendah, kami tidak memilih merumahkan para pegawai. Saat ini pun manajemen masih membutuhkan pekerjaan mereka,” ujar Sofyan Hadi, Senior Executive Sales di Hotel Aruna.
Menurut Manajer Pemasaran Kila Hotel Fauzan Akbar, “Setiap hotel memiliki kebijakan manajemen sendiri. Kila Hotel juga tetap mempekerjakan secara normal para pegawai,” kata Fauzan.
Kawasan Senggigi yang biasanya di bulan-bulan Juli-Desember selalu ramai dengan wisatawan dan kini menjadi sepi, membuat banyak manajemen hotel meminta solusi kepada Pemkab Lobar.
“Rata-rata mereka meminta dispensasi. Ada yang meminta penundaan pajak, pengurangan, bahkan penghapusan,” cerita Lale sambil menyebut contoh-contoh hotel yang meminta keringanan seperti itu.
“Intinya kita harus bantu mereka. Termasuk dengan pemberitaan bahwa Lombok sudah aman dari gempa dan bagaimana mempromosikan lagi potensi wisata kita,” pinta Lale.
Mengenai keringanan tersebut, Lale mengaku sedang melakukan kajian.
“Kita sedang mengkajinya, toh secara aturan dibolehkan, apalagi semua diakibatkan oleh bencana,” ujarnya.
Sepinya tingkat hunian hotel juga menjadi pukulan tersendiri pada sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mestinya, dari target total 301 milyar PAD di tahun 2018 ini, sekitar 129 milyar harus dipenuhi oleh Bapenda Lobar.
Akibat minimnya kunjungan wisatawan yang berdampak pada pendapatan pajak dan retribusi hotel, restoran, dan hiburan, Lale mengestimasi akan kehilangan 41 milyar dari target sektor pariwisata.