Tokoh Pemuda Dan Masyarakat desa Mangkung mempertanyakan dugaan digadainya tanah aset desa Mangkung oleh Kepala Desa Mangkung sendiri, dengan alasan yang belum diketahui oleh publik Desa Mangkung.
Salah satu Tokoh Pemuda desa Mangkung, Awenk menyatakan dimana status tanah pecatu alias tanah bengkok menurut Undang Undang Agraria pada dasarnya tidak mempunyai landasan hukum positif, di dalam Undang Undang Agraria (UUPA) sudah dicabut. Tanah pecatu akan tetapi tanah pecatu statusnya ditentukan berdasarkan adat setempat bukan hak milik perseorangan. Tanah pecatu masuk menjadi aset desa.
” Tanah pecatu milik Pemdes Mangkung merupakan tanah pemberian atau hadiah dari pemerintah ke Kepala Desa Mangkung, sebab dulu Kepala Desa Mangkung tidak mempunyai gaji sepeserpun, akan tetapi bukan berstatus sebagai tanah hak milik, sebab yang kami tau bahwa tanah pecatu merupakan aset Desa, dan sepantasnya digunakan untuk hal hal yang bermanfaat bagi warga Desa Mangkung,” ungkap Awenk, Kamis,[7/2/2019].
Menurut Awenk, penggadaian tanah pecatu di Desa Mangkung sudah tidak relevan lagi, sebab Kepala Desa dan perangkatnya semenjak tahun 2014 sudah mempunyai gaji dan anggaran tersendiri, sehingga status tanah pecatu yang diduga tergadai oleh Kepala Desa Mangkung yang berlokasi di jalur Bangket Tengak Batu Samban sepantasnya digunakan untuk kepentingan masyarakat umum seperti pembuatan lapangan Sepak Bola dan lainnya.
Hal ini tentu mempunyai banyak alasan, sebab setiap ada momentum Pilkades, hampir semua Paslon Kades Mangkung menggunakan janji yang sama dengan janji pembuatan lapangan sepak bola, padahal Desa Mangkung sendiri merupakan salah satu Desa tertua yang ada di Lombok Tengah.
” Kami meminta kepada yang terhormat Kades Mangkung mengklarifikasi status tanah pecatu sebab tanah pecatu yang ada di jalur Bangket Tengak menuju Dusun Batu Samban, dan yang berlokasi di Dusun Pelah Desa Mangkung jumlahnya tidak main main, yakni sekitar 2 Hektar,” Terang Awenk.
Kronologi atas dugaan penggadaian tanah pecatu tersebut dimana tanah pecatu tersebut tergadai kepada dua orang yang merupakan warga setempat yakni penggadaian pertama dilakukan beberapa tahun lalu kepada warga berinisial Mq. R.
” Sedangkan dugaan penggadaian kedua dilakukan pada tahun 2018 kepada warga berinisial “Ans” dengan kalkulasi keseluruhan sementara kepada “Ans” mencapai Rp.50 juta harga gadai, belum lagi ke Mq.R,” jelas Awenk.
Dengan kejadian tersebut, Awenk dan masyarakat Mangkung memprotes tindakan Kades Mangkung tersebut dan meminta agar Kades Mangkung segera memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap persoalan ini, termasuk kemana uang hasil gadai itu.[km06/Rzn]