Konflik lahan yang berkepanjangan di kawasan wisata pantai Lancing, desa Mekar Sari, Lombok Tengah tak berujung hingga saat ini.
Warga dan Perusahaan saling klaim soal kepemilikan dan pembayaran. Disatu sisi, perusahan menyatakan telah membayar lahan warga, sementara di lain pihak, warga menegaskan tidak dibayar secara utuh, bahkan ada lahan yang sama sekali tidak dibayarkan. Dimana warga mengaku tanahnya disetifikat secara ilegal oleh perusahaan tanpa diberikan pembayaran.
Luas areal lahan yang kini menjadi konflik sebanyak 24 hektar yang melibatkan belasan warga dengan perusahaan.
Oleh karena itu, Apriadi Abdi Negara dari Lembaga Bantuan Hukum [LBH Reform] selaku yang mendampingi warga menegaskan akan proses penyelesaian sengketa lahan antara warga dan perusahaan harus mengedepankan kepentingan rakyat.
” Proses penyelesian sengketa lahan ini tidak boleh dengan menindas kaum tani atau warga bukan kepada kapitalisme atau pemilik modal sebagaimana amanat dalam pasal 33 UUD 1945 dan sebagai bentuk reforma agraria sejati di indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, sengketa tanah antara perusahaan dan warga ini merupakan konflik agraria yang berkepanjangan. Terlebih dengan adanya pengembangan kawasan wisata halal di daerah seharusnya konflik agraria menjadi prioritas utama untuk diselesaikan.
” Oleh karena itu kami dari kuasa hukum akan melakukan upaya ke KOMNAS HAM agar mendapat perlindungan hukum terhadap rakyat indonesia yang melawan perusahaan di kawasan wisata dan BPN RI untuk agar menyelesaikan secara objektif atas permasalah yang timbul di tengah masyarakat,” tandasnya.
Lebih lanjut, Advokat muda ini juga menegaskan bahwa masyarakat dusun Lancing, desa Mekar Sari menegaskan tidak mau meninggalkan tanahnya apapun bentuk surat baik Somasi atau teguran yang diterima warga dari pihak perusahan karena sudah sekian lama tinggal disana sejak tahun 1950 an.
” Saya selaku kuasa hukum masyarakat dari kantor Lebaga Bantuan Hukum (LBH Reform) akan tetap mendampingi masyarakat untuk melakukan proses penyelesaian sengketa dengan perusahaan baik secara litigasi maupun non litigasi dan saya meminta kepada Pemda Lombok Tengah juga kami minta untuk bisa memediasi masyarakat dan Perusahaan,” tandasnya.
Sebelumnya warga Lancing mendapat surat teguran dari CV.Santrian agar segera mengosongkan lahan. Surat tersebut tertanda 15 Mei 2019.