Hamzan Wadi, salah satu aktivis di Lombok Tengah mendatangi Markas Kepolisian Resort Lombok Tengah, Selesa [18/6].
Kedatangannya guna melaporkan dugaan pungutan liar yang terjadi di desa Sangkerang, Praya Timur, Lombok Tengah.
Dia membawa berkas sebagai bukti permulaan adanya tindakan pungutan liar yang ia tuding melibatkan mantan kepala desa maupun kades Sangkerang saat ini dan juga para kepala dusun.
Berkas berupa foto copy kwitansi dan surat registrasi jual beli diserahkan langsung ke SPKT dan Unit Tipikor Polres Lombok Tengah.
” Hari ini saya melaporkan dugaan pungutan liar yang terjadi di desa Sangkerang. Saya minta tim tipikor memeriksa mantan Kades Sangkerang, semua Kadus dan semua BPD Sangkerang. Untuk kepala desa saat ini, di juga masih melakukan pungutan tanpa payung hukum, ” katanya memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan.
Menurut Hamzan, kasus pungutan liar di Sangkerang ini terjadi sejak tahun 2015 hingga sekarang. Dimana alasan penarikan uang kepada masyarakat desa Sangkerang tidak mempunyai payung hukum berupa peraturan desa atau aturan diatasnya.
” Jadi pemerintah desa menarik pungutan untuk pembuatan surat jual beli tanah 3-5 persen dari nilai jual,” katanya.
Selain itu, pria yang kerab dipanggil Amaq Bundu itu juga membeberkan, dana yang diambil dari warga tersebut tidak masuk dalam kas desa. Ia mencontohkan pada tahun 2017, PAD desa pada tahun Rp.5 Juta bahkan tahun setelahnya menjadi Rp.2 Juta.
” Dan itu hanya dari hasil usaha desa dari Bumdes. Nah tidak ada yang dimasukkan [ke kas desa] dari pembuatan surat jual beli dan lain sebagainya, padahal hasil dari pembuatan surat jual beli ini mencapai ratusan juta tahun 2017 saja,” terangnya.
Untuk itu, ia menegaskan berharap agar pihak kepolisian segera menindak lanjuti kasus ini dengan memanggil pihak pihak terkait dalam kasus ini.