Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Symasuddin bereaksi keras atas pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko yang menyebut ada 30 teroris bersiap tunggangi aksi di depan Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang putusan sengketa pilpres. Menurut dia, pernyataan itu selain mencitrakan bahwa negara tidak profesional karena gagal mencegah teroris berkeliaran, juga merugikan bagi umat Islam.
“Saya perlu menanggapi pernyataan tersebut karena jika terjadi aksi teror nanti biasanya selalu dikaitkan dengan kalangan Islam,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu, 26/6/19.
Atas alasan itu juga, mantan ketua umum PP Muhammadiyah tersebut merasa perlu untuk menanggapi pernyataan Moeldoko. Apalagi, Moeldoko merupakan mantan panglima TNI sehingga tidak mungkin asal bicara kepada publik.
Din menjelaskan bahwa umat Islam sudah kenyang dijadikan sebagai tertuduh saat ada isu terorisme. Terlebih, sambungnya, belakangan isu radikalisme dihembuskan dan dikaitkan dengan politik identitas atau berdasarkan SARA.
“Pernyataan tentang adanya kelompok teroris itu mudah dilihat sebagai beririsan dengan isu tentang radikalisme yang dihembuskan sementara kalangan terakhir ini,” terangnya.
Lebih lanjut, Din menilai pendekatan politik dengan pemberian cap radikalisme merupakan hal yang memecah belah umat dan bangsa.
“Pendekatan politik dengan labelisasi seperti itu tidak positif bagi persatuan bangsa, dan dapat dipandang sebagai politik beridentitas lain yg sejatinya bercorak radikal pula,” demikian Din.