DPRD Lombok Tengah meminta agar Pemda segera turun memeriksa pembangunan rumah tahan gempa di desa Selebung, kecamatan Batu Keliang.
Dimana setidaknya ada 250 rumah untuk korban gempa yang diduga bermasalah. Dimana pembangunannya dinilai tidak sesui prosedur dan tidak sesui spesifikasi. Hal ini dinyatakan oleh H.Sidik Maulana, anggota DPRD Lombok Tengah, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Politisi PKS itu mengungkapkan, dirinya mendapatkan banyak laporan dari masyarakat akan ketidakberesan pengerjaan proyek untuk korban gempa itu.
” Keluhan mereka, masyarakat itu, ada pembangunan rumah korban gempa yang bermasalah. Dikarenakan belum ada SK, belum ada rekening, tapi sudah dieksekusi. Itu sekitar diatas 250 unit rumah. Ini yang kasi tahu adalah salah seorang fasilitatornya. Yang kedua, dikerjakan tanpa pengawasan, tanpa pendampingan. Lebih lagi kualitasnya sangat rendah,” Terang pria yang kerab dipanggil KTS [Kaq Tuan Sidik] ini.
Lebih lanjut, KTS menyebutkan, akibat dari pembangunan rumah yang diduga asal-asalan ini, masyarakat desa Selebung jadi resah. Tidak sesui aturan dan spesifikasi, padahal dalam aturannya. rumah yang dibangun untuk korban gempa harus memenuhi standar petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, bukan asal bangun.
” Niat baik katanya pak Kades untuk mempercepatlah pembangunan rumah di desa Selebung, tapi pekerjaannya itu sangat asal-asalan dan sangat tidak layaklah menurut mereka. Nah, kita kros cek ke lapangan, apa yang. kita juga miris melihatnya. Ini ada apa. Sedangkan kita tinjau dalam aturan, tidak ada aturan, rumah yang belum ada SK dan belum ada rekening, tapi sudah dikerjakan,” terang KTS.
Dijelaskan, dari penelusuran, ternyata uang yang dipakai untuk membangun rumah dari para pemborong dan aplikator atas dasar SK dari kepala desa.
Belum lagi, kata KTS, beredar rekaman adanya permintaan fee senilai Rp.2,5 juta untuk setiap unit rumah yang dibangun. Jika dikalikan 250 rumah, maka ratusan juta bisa diraup dari pembangunan rumah tahan gempa ini. Ini juga dari keterangan dari salah satu aplikator yang mengerjakan proyek ini.
” Fee nya masuk ke Pak Kades,” tandas KTS.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar Pemda Lombok Tengah segera menindaklanjuti persoalan ini. Karena masyarakat sudah sangat resah. Bahkan jika tidak digubris, KTS menyerap aspirasi bahwa warga akan datang ke Kabupaten untuk menggelar demo atau hearing.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Loteng, H Muhammad sebut, jika ada pengerjaan rumah tahan gempa (RTG) tanpa ada SK terlebih dahulu di Desa Selebung Batukliang itu, sama artinya menyalahi aturan karena tidak mungkin fasilitator bisa bekerja tanpa ada SK.
“Yang dikerjakan seperti keluhan penerima melalui salah seorang anggota DPRD Loteng politisi PKS itu merupakan data susulan yang saat ini masih dalam proses validasi dan jika nanti yang di kerjakan itu tidak keluar SK nya maka yang rugi aplikator,” ungkapnya Selasa (3/9).
Yang jelas, sisa yang belum di bangun masuk data susulan dan SK nya masih tahap verifikasi. Jadi, tidak boleh di kerjakan sebelum semua itu lengkap, oleh sebab itu dirinya meminta masyarakat tunggu SK dulu.
Muhammad memaparkan mekanismenya, sebelum pembangunan RTG dimulai semua harus lengkap. Setelah itu, ketua pokmas bersama fasilitator dan aplikator menandatangi perjanjian kerjasamanya setelah dinyatakan lengkap.
“Aplikator jangan mau enaknya aja, tunggu lengkap dulu baru boleh di kerjakan karena nanti kalau ada yang dirugikan saya tidak mau bertanggung jawab,” tegas dia.