Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan dinilai salah kaprah. Kenaikan justru membebankan masyarakat.
“Ini bukan solusi, ini justru akan membebankan masyarakat yang kebetulan secara ekonomis sesungguhnya dia tidak mampu,” ucap Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019).
Menurut Indra, banyak masyarakat yang menjadi peserta mandiri karena tidak tercatat di Penerima Bantuan Iuran (PBN) Nasional. Sehingga, masyarakat terpaksa menjadi peserta mandiri kelas 3.
“Ini kan bebannya banyak ke yang mandiri. Oleh karenanya tadi kami usulkan coba dikaji kembali tentang hak konstitusi rakyat akan jaminan sosial ini,” jelasnya.
Baginya, jaminan sosial atau jaminan kesehatan merupakan hak masyarakat, bukan kewajiban peserta BPJS.
“Hak beda dengan kewajiban. Kalau sekarang kan jadi kewajiban. Artinya kalau kewajiban ada sanksi, padahal sakit kan tidak menentu, hari ini kita sehat bisa saja besok kita sakit. Ini kan sebuah persoalan yang harus diperhatikan semua penyelenggara negara,” ujarnya.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen terangkum dalam Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa besar iuran yang harus dibayarkan untuk Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Berlaku mulai 1 Januari 2020.