Hiruk Pikuk perubahan nama bandara Internasional Lombok Ke Zaenudin Abdul Majid saat ini sedikit demi sedikit mereda. Biasanya dunia maya ribut dengan pro dan kontra nama bandara hingga ke aksi demonstrasi di dunia nyata kini seiring waktu mulai menurun intensitasnya, meski konflik perubahan nama bandara belum berakhir.
Menurut pakar hukum dari Universitas Mataram, Prof. Galang Asmara, semua pihak tidak boleh mengedepankan kengototan masing masing. Gubernur dan Bupati harus bijak menyelesaikan persoalan ini. Karena dampak dari konflik perubahan nama bandara akan sangat berpengaruh bagi pembangunan yang sedang gencar dilakukan di NTB saat ini.
Galang mengharapkan ada penyelesaian jalan tengah yang diambil oleh Pemerintah Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Tengah untuk menyikapi berlarut larutnya persoalan nama bandara.
” Jika ada pertentangan harus dibicarakan sama masyarakat, sebetulnya apa yang dimaui. Masing masing kan punya argumentasi. Nah cari jalan tengahnya. kan begitu. Pemda dan Pemprov ketemu. Masyarakat juga ketemu gitu kan,” katanya.
Pertemuan kedua institusi pemerintah daerah bersama elemen masyarakat baik itu tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda sangat penting untuk menyelesaikan kisruh perubahan nama bandara. Mengingat jika dibiarkan saja seperti kondisi saat ini, malah tidak baik bagi masyarakat yang masih pro dan kontra. Hal ini hanya akan menimbun permasalahan, yang sewaktu waktu bisa meledak kapan saja.
” [Jalan tengah] itulah yang dirumuskan. Kalau saya mungkin tidak menyaatakan apa jalan tengahnya. Tapi ketika ada satu perbedaan, kita mencari jalan tengahnya. Kalau tidak jalan tengah, kita harus pilih salah satunya. Tapi tentunya agar tidak merasa dirugikan satu pihak dalama pikiran itu supaya bisa menyepakati bersama, apa yang sebenarnya yang seharusnya,” terangnya.
Sementara itu untuk kajian hukum terkait persoalan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan, Galang menyebutkan belum mengkaji secara detail. Namun secara umum dalam proses penerbitan Surat Keputusan, harus berpatok dari dua segi, yakni ada kewenangan mengeluarkan SK dan prosesnya harus benar sesui aturan yang sudah ditetapkan.
” Kalau kajian hukum saya belum melihat [SK] Secara detail. tapi secara umum teoritik, siapa yang berwenang, prosesnya bagaimana. Kewenangan dan proses. Ada kewenangan tapi kalau kita tidak dilaksanakan sesui dengan proses untuk mencapai suatu keputusan, itu jadi tidak benar. Ada proses yang kita laksanakan, tapi tidak ada kewenangan disitu, tidak bisa juga. Jadi ada kewenangan untuk menetapkan dan ada proses yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan apa yang menjadi kewenangan,” Terangnya panjang lebar.
Sejak dikeluarkannya SK Menhub Nomor 1421 tentang perubahan nama bandara internasional Lombok menjadi Zaenudin Abdul Majid pada tahun 2018 lalu, memantik konflik. Pemda Lombok Tengah secara aklamasi menolak perubahan nama bandara tersebut. Alasan mendasarkan Pemda Loteng tidak dilibatkan dalam proses penetapannya.
Reda karena Pilpres, pada bulan November lalu, Gubernur NTB, Zulkifliemansyah mengeluarkan surat edaran nomor:550/375/Dishub/2019 untuk meminta persetujuan DPRD NTB agar SK Menhub tentang perubahan nama bandara tersebut dieksekusi. Namun DPRD NTB mengembalikan persoalan tersebut ke Gubernur. Terakhir Gubernur menyatakan menunggu suasana aman damai untuk kembali membicarakan perubahan nama bandara ini.