Puluhan warga mendatangi lokasi tambang batu gunung Tele desa Pengembur, Kecamatan Pujut Lombok Tengah, Jumat, [3/1/2020] sekitar pukul 14.30 wita.
Mereka menghentikan paksa operasi alat berat yang berada di lokasi tambang. Empat alat berat, Eskavator dan Stum penggilas dirusak massa yang kalap tak diindahkan oleh perusahaan penambang. polisi yang berada di lokasi tak bisa berbuat banyak karena kalah jumlah.
Aksi warga ini ujung dari kekesalan warga atas tidak diindahkannya protes mereka terhadap operasi tambang batu yang dinilai warga sangat berbahaya bagi warga di 5 dusun yakni dusun Tawah, dusun Semuli, Sepit, Dusun Bunut dan Dusun Seang.
Aksi pengrusakan ini terjadi setelah pihak pelaksana proyek tambang tidak menjalankan kesepakatan yang sebelumnya dibuat di kantor Desa. Dimana pihak penambang, Lalu Antik akan menghentikan kegiatan tambang di areal seluas 4 hektar dengan kontrak 20 tahun itu. Namun nyatanya, alat berat masih beroperasi.
Menurut Kadus Tawah, Seriawan, pihak pelaksana tambang tidak melibatkan warga di lima Dusun ini dalam persetujuan izin.
” Jadi semua warga di lima dusun ini menyatakan menolak secara total tambang. tidak boleh ada penggalian. Kita sampaikan di kantor desa dan selaku pengendali kegiatan dalam hal ini Lalu Antik, dan beliu setuju untuk menghentikan pertambangan. Dan pihak pihak yangh sebelumnya setuju menolak kembali. Tapi kemudian Lalu Antik tidak mengindahkan hasil kesepakatan yang telah kita buat bersama di kantor Desa. Bapak camat Pujut, Kades dan warga sekita tambang sudah menyatakan menolak,” kata Kadus Tawah, Seriawan.
Kadus Tawah ini menyebutkan ada sejumlah orang yang ia sebut dibayar untuk menyetujui beroperasinya tambang ini yakni berupa tanda tangan dokumen dalam pengajuan Amdal. Dimana orang orang itu kemudian telah mengaku,” jadi ada segelintir orang yang dibayar untuk membuat pernyataan setuju atas kegiatan tambang ini. Sementara warga yang ada di sekitar gunung tidak dilibatkan,” terangnya.
Lebih lanjut Seriawan menyatakan penolakan warga disebabkan karena penambangan ini merusak kelestarian alam yang dikhawatirkan akan menyebabkan bencana alam berupa banjir dan longsor. Selain itu, ada cagar budaya yang menurut warga sangat sakral yakni lokasi pertapaan bernama Bat Rantok.
” Intinya warga berkeinginan jangan lagi ada penambangan dan ditutup total,” tandasnya.
Dikatakannya, lahan seluas 4 hektar ini dibeli oleh pemerakarsa proyek, Lalu Antik dari warga yang berasal dari desa Tanak Awu untuk dilakukan penambangan. Padahal warga sekitar tak pernah diberitahu sebelumnya.
” Itu [tambang], izin operasionalnya belum ada. cuma izin Amdalnya sudah keluar dan juga masih dipending disana. Dan juga operasionalnya tidak bisa dilanjutkan karena ada surat pernyataan warga yang ditanda tangani oleh sekitar 500an orang,” pungkasnya.