Pasca keluarnya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI [DKPP] yang memberikan sanksi peringatan keras terhadap lima anggota komisioner KPU Loteng, termasuk memecat ketua KPU dan ketua koordinator divisi teknis dari jabatannya menggegerkan masyarakat Lombok Tengah.
DKPP telah memutuskan bahwa ketua KPU dan koordinator bidang teknis tidak boleh lagi menjabat, artinya KPU loteng dinyatakan salah.
” Terhadap keputusan tersebut timbul pertanyaan apakah KPU Loteng masih dapat dipercaya atau tidak oleh publik.? Sepertinya publik tidak mungkin akan percaya lagi, apalagi kita semua tahu bagaimana proses Pileg yang lalu itu,” kata ketua LSM Suaka NTB, Bustomi Taefuri.
Menurut Bustomi, putusan DKPP ini sudah membongkar apa yang terjadi saat Pileg yang semakin mempertajam dugaan publik, bahwa KPU selama ini tidak amanah dalam bekerja.
” Meminta kedua anggota KPU itu untuk mengundurkan diri jadi anggota KPU. Ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap berbagai bentuk kesalahan yang terjadi. Segera mundur agar KPU Loteng dapat segera berbenah agar bisa mendapatkan kepercayaan publik lagi,” kata Bustomi.
Selain itu, Suaka meminta agar memilih ketua dan koordinator divisi teknis yang baik secara moral dan baik secara kemampuan agar KPU segera bekerja menghadapi Pilkada. Hal ini dilakukan guna menyelamatkan KPU Lombok Tengah dan proses demokrasi, terlebih menjelang Pilkada pada 23 September mendatang.
Sementara itu, Ketua Divisi Hukum KPU Lombok Tengah, Zaeroni menyatakan berhenti atau tidak dari komisioner KPU adalah hak konstitusi. Ia menyebutkan ada tiga syarat orang bisa tidak lagi menjadi anggota komisioner KPU, yakni meninggal dunia, diberhentikan dan mengundurkan diri.
” Dan kami tidak meninggal dunia, tidak diberhentikan dan tidak mengundurkan diri,” tandasnya.
Zaeroni juga membantah desakan mundur ini atas pertimbangan moralitas dan kepercayaan publik. Menurutnya sejauh ini komisioner KPU masih bermoral dan masih bisa dapat dipercaya oleh publik. Karena kepercayaa publik harus diukur dan dikaji terlebih dahulu.
” Kami masih bermoral, kami masih berhak. kalau kami tidak berhak, tentu putusan DKPP macem macem. tapi untuk saat ini hanya itu putusannya,” tukas mantan anggota Bawaslu Loteng ini.
Zaeroni menegaskan dirinya dan seluruh komisioner tidak akan mundur dari KPU Loteng. Dengan alasan, putusan DKPP hanya memberikan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan untuk dua orang komisioner, tidak memberhentikan secara permanen dari keanggotaan komisioner KPU.
” Tidak akan mundur,” tandasnya.
Terkait pelaksanaan Pilkada, komisioner KPU menyatakan akan berkomitmen menjalankan tugas dengan sebaik baiknya. Sanksi yang diterimanya dari DKPP akan menjadi pelecut untuk bekerja lebih baik. Komisioner KPU Loteng juga berpendapat selama ini, segala ketentuan undang undang tentang pemilu pada Pileg lalu sudah dilaksanakan terutama dalam kasus rapat pleno di kecamatan Pujut dan sejumlah aduan lainnya.
Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berupa Peringatan Keras terhadap lima komisioner KPU Kabupaten Lombok Tengah. Sanksi tersebut diperoleh dari dua perkara berbeda yakni nomor 289-PKE-DKPP/IX/2019 dan 298-PKE-DKPP/IX/2019. Pembacaan putusan perkara tersebut dilakukan di Ruang Sidang DKPP, lantai 5, Jalan MH. Thamrin No.14, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020) pukul 13.30 WIB.
Lima komisioner KPU Kabupaten Lombok Tengah tersebut adalah Ahmad Fuad Fahrudin (Ketua), Alimudin Sukri, Lukmanul Hakim, Lalu Darmawan serta M. Zaeroni masing-masing sebagai anggota.
Selain Peringatan Keras, DKPP juga memberhentikan Ahmad Fuad Fahrudin dari jabatannya sebagai Ketua KPU Kabupaten Lombok Tengah dan Lukmanul Hakim dari jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis dan Penyelenggaraan.
Para teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam dua perkara ini. Sedangkan pertimbangan putusan dibacakan Dr. Ida Budhiati dan Prof. Teguh Prasetyo.
Perkara nomor 298-PKE-DKPP/IX/2019 diadukan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Lombok Tengah yaitu Abdul Hanan, Usman Faesal, Lalu Fauzan Hadi, Harun Azwari, dan Baiq Husnawati karena tidak melaksanakan putusan Bawaslu RI terkait pelanggaran Administrasi Pemilu 2019 dengan nomor putusan 023/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2009.
Sedangkan perkara 289-PKE-DKPP/IX/2019 diadukan oleh Lalu Wiraksa, yang memberikan kuasanya kepada Yandri Susanto sebagai kuasa hukum. Para teradu diduga melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
DKPP membacakan 13 putusan dari 15 perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. DKPP juga merehabilitasi nama baik 43 penyelenggara pemilu dan 11 peringatan.