Cendekiawan Muslim NTB/ Alumni Ma’had Sholatiyah Makkah Al-Mukarromah
*** *** *** ***
Di zaman ini, banyak kita temui beberapa kasus orang mati mendadak. Pagi harinya kita berbincang-bincang hangat dengan dia, sore harinya tiba-tiba datang berita kematiannya dengan tiba-tiba. Bagaimana seseorang yang sedang tersenyum di depan kita, tiba-tiba memagang dada agak kesakitan kemudian tergeletak dan tidak bangun lagi untuk selamanya.
Seperti kasus pemain bola yang sangat lincah, berlari dengan kencang , tiba-tiba terduduk diam kemudian ia tidak akan lari lagi untuk selamanya.
Penyebab kematian mendadak dan cepat juga banyak ditemui di zaman ini. Wabah mematikan, penyakit serangan jantung, stroke dan lain-lain. Ini merupakan salah satu tanda akhir zaman.
Hadist mengenai hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salla, bersabda,
“Perhatikanlah enam tanda-tanda hari kiamat: (1) wafatku, (2) penaklukan Baitul Maqdis, (3) wabah kematian (penyakit yang menyerang hewan sehingga mati mendadak) yang menyerang kalian bagaikan wabah penyakit qu’ash yang menyerang kambing, (4) melimpahnya harta hingga seseorang yang diberikan kepadanya 100 dinar, ia tidak rela menerimanya, (5) timbulnya fitnah yang tidak meninggalkan satu rumah orang Arab pun melainkan pasti memasukinya, dan (6) terjadinya perdamaian antara kalian dengan bani Asfar (bangsa Romawi), namun mereka melanggarnya dan mendatangi kalian dengan 80 kelompok besar pasukan. Setiap kelompok itu terdiri dari 12 ribu orang.”
Tak kira tua ataupun muda; miskin atau kaya, presiden atau rakyat jelata, pejabat atau rendahan, Jama’ah Tabligh atau tidak, semua akan mati.
Kematian datang tak memilih tempat, apakah di discotiq atau masjid, apakah di acara tabligh akbar atau tabkigh wushto, apabila telah tertulis di Lauhul Mahfudz maka tak kan mundur sesaat ataupun maju sesaat.
Kejadian Wuhan dan mulai menyebarnya viruz ke berbagai belahan dunia ini menjadi satu bukti nyata akan implementasi hadist tersebut.
Awalnya kita semua berpikir itu hoax atau hal-hal yang kita pernah saksikan di zaman viruz SARS dahulu.
Pikiran tentang ‘Hoax’ itu terbentuk juga karena sikap pemerintah yang tidak antisipatif terhadap gerakan dunia. Terlalu profit oriented dengan mengutamakan maslahat ummat tapi lupa mudharat yang mengintai di baliknya.
Di saat banyak dari masyarakat mengingatkan untuk lockdown, pemerintah justru memikirkan ekonomi sehingga mengambil keputusan yang salah dan berakibat fatal.
Bukannya membenarkan kondisi perkembangan dunia di luar sana, justru sibuk mencari pembenaran agar segala yang terjadi di luar sana seakan akan hanya berita burung. Hingga virus itu tiba dibawa oleh seorang kurir dan anehnya tak ada yang peduli, apakah kurier ini berstatus Muhamadiyah, NU atau Jama’ah Tabligh.
Seharusnya investigasi biodata kurier pembawa wabah ini dilakukan lengkap sebagaimana saat dimana jama’ah tabligh dijadikan lokus sasaran tembak. Kenyataannya tak ada satupun ilmuwan yang tau status organisasi yang diikuti oleh kurier pertama yang membawa viruz ini ke Indonesia. Apakah itu penting??
Pertanyaan sederhana diatas akan terjawab dengan motif dan tujuan masing-masing para pihak yang berkepentingan. Mengapa? Karena dunia saat ini telah beralih ke digital mode. Memang itulah bagian dari tujuan dari sang sutradara, siapapun sebagai pembuat skenarionya.
Menjawab Pengkambing Hitaman Jamaah Tabligh
Isu yang santer memukul jama’ah tabligh saat ini, seakan akan telah menjawab siapa yang paling berdosa membawa penyakit ini di indonesia umumnya dan NTB khususnya.
Jika menganalogikan teori ilmiyah tentang tracking yang paling memberikan pengaruh pada transmisi lokal, boleh jadi bukan para jama’ah tabligh yang kembali dari Gowa ini penyebabnya. Bukan juga PDP dari jakarta, tapi justru masuknya kapal pesiar itulah penyebab utamanya.
Bukankah jarak masuknya kapal pesiar itu tak jauh dari terungkapnya status PDP pertama di NTB ini? Alasan teknis bisa jadi karena saat itu kita belum memiliki alat pendeteksi sendiri. Ketika RSU NTB telah memiliki alat itu, tiba-tiba status PDP meningkat dengan signifikan dan kita mulai saling salah menyalahkan.
Teori ‘bisa jadi’ tak dapat menjadi dasar rujukan yang bisa dipegang secara utuh. Apalagi hendak digunakan secara ilmiah untuk mengklasifikasikan kesalahan. Kita tidak sedang mencari siapa yang salah. Sebaliknya, kita sedang mengatasi akibat kesalahan dan keteledoran atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Menjustifikasi jama’ah tabligh sebagai PDP yang paling berpengaruh terhadap transmisi lokal lalu memperlakukan mereka seolah para pesakitan adalah kesalahan besar. Apalagi jika kebencian semacam itu dipupuk dari ketidaksukaan kita pada organisasi mereka.
Untuk diketahui bahwa salah satu pendiri jama’ah tabligh ini adalah guru dari guru besar masyarakat NTB yang mendirikan NW. Guru dari kyai Achmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah. Beliaulah hakim dari segala hakim Asyi Syech Hasan Massad yang adalah pendiri dari Ma’had Sholatiyah di Makkah Al-Mukarromah.
Tidak hanya soal isu pengalihan tentang dosa siapa? di grassroad mulai berkembang berbagai pertanyaan dan jawaban spekulasi yang tak berdasar sama sekali.
Mati Karena Covid 19, Kutukan Atau Syahid ?
Ada yang beranggapan bahwa setiap kematian karena penyakit covid ini bersifat kutukan. Ada juga yang beranggapan mati karena covid 19 ini serupa dengan mati syahid.
Berbagai anggapan spekulasi itu sama sekali tidak benar. Kematian mendadak karena menderita penyakit covid 19 ini bukanlah tanda husnul khatimah ataupun su’ul khatimah? Kematian mendadak bukan tanda keduanya, karena kematian mendadak bisa menimpa seorang muslim ataupun kafir. Akan tetapi kematian mendadak bisa jadi bentuk nikmat dari Allah kepada seorang mukmin.
Dari ‘Aisyah bahwasanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
موت الفجأة راحة للمؤمن وأخذة أسف للكافر
“Kematian mendadak adalah istirahat bagi mukmin dan penyesalan bagi orang kafir”.
Pada sebagian hadist terdapat dalil mengenai kematian medadak yang akan banyak pada akhir zaman. Yaitu penyesalan bagi orang fajir dan istirahat bagi orang mukmin. Terkadang seorang mukmin tertimpa dengan kematian mendadak seketika, ini adalah bentuk istirahat dan kenikmatan dari Allah.
Akan tetapi tentu saja ia sudah menyiapkan amal shalih, istiqamah dan bersiap-siap menghadapi kematian dan bersungguh-sungguh dalam kebaikan, kemudian ia meninggal dalam keadaan baik dan melakukan amal shalih.
Maka ia istirahat dari beban dunia, kelelahan dan penderitaan sakratul maut. Terkadang juga menimpa orang fajir, maka ini menjadi penyesalan baginya, meninggal mendadak dalam keadaan buruk.
Kompak Melawan Covid 19
Untuk itu, mari setiap kelompok dari klaster sosial di masyarakat NTB ini bekerja bersama saling rangkul merangkul.
Ingat, Mengatasi covid 19 tidak cukup hanya dengan cepat, melainkan juga harus kompak tanpa menimpakan kesalahan kepada kelompok tertentu, apalagi kepada para jamaah tabligh yang berjuang berdakwah menegakkan syari’at Islam, berdakwah dari kota hingga pelosok hutan. Tak elok rupanya sebagai sesama muslim.
Untuk itu marilah kita berhati hati dalam setiap menanggapi persoalan di akhir zaman ini. Mengembalikan segala urusan hanya pada agama saja. Agama islam ini sungguh adalah jalan yang lurus. Jalan yang diinginkan oleh kita semua.
Frasa jalan lurus bukanlah jalan tol dengan lintasan yang bagus dan lurus, akan tetapi justru seringkali berliku dan terjal. Jalan yang lurus adalah Jalan yang penuh rintangan dan cobaan.
Semoga ulasan pendek ini dapat memberikan makna bagi kita semua untuk bersikap dn berpikir sesuai ajaran islam. Amin Ya Robbal Alamin