Pembebasan lahan di kawasan KEK Mandalika ternyata masih menyisakan masalah. Meski PT ITDC selaku pengelola lahan mengklaim seluruh kawasan sudah clean and clear, namun fakta di lapangan justru berbeda. Sejumlah warga pemilik tanah yang mengaku belum dibayar kemudian mengambil langkah didampingi Tim Advokasi Lahan Mandalika, untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
“Kami temukan masih banyak masalah. Terutama persoalan tanah yang belum terbayar dan sisa-sisa tanah yang belum terbayar dimana pengukuran tanah yang dilakukan oleh PT Rajawali/PPL/LTDC dan sekarang PT ITDC, itu diduga tidak sesuai dengan luas tanah yang dimiliki oleh masyarakat,” kata Koordinator Tim Advokasi, Hasan Masat SH, Senin (10/8) usai berdialog dengan sejumlah pemilik lahan di Lombok Tengah.
Menurut Hasan, selain lahan yang diduga belum terbayar, ada persoalan lainnya yakni adanya putusan pengadilan yang inkrach dipegang oleh masyarakat belum dibayar oleh PT ITDC. Selain itu ditemukan indikasi negosiasi yang alot antara dalam pembebasan lahan menggunakan cara-cara intimidatif dan kekerasan.
“Akumulasi laporan-laporan masyarakat ini kami terima setelah intens melakukan investigasi berkenaan dengan adanya laporan-laporan warga yang meminta pihak pemerintah dan ITDC lebih transparan dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan,” kata Hasan.
Hasan menegaskan, jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan oleh pemerintah dan ITDC maka dikhawatirkan pembangunan proyek di KEK Mandalika akan mangkrak dan tidak sesuai rencana pemerintah. Hal ini secara langsung juga akan menganggu agenda perlehatan MotoGP karena lahan-lahan tersebut bersandingan langsung dengan area sirkuit MotoGP Mandalika.
“Karena itu kami mendesak ITDC untuk segera menuntaskan persoalan lahan-lahan tersebut dengan melakukan pendekatan-pendekatan persusif dan segera melaksanakan putusan-putusan hukum yang memenangkan warga,” tegasnya.
Sejauh ini,Tim Advokasi juga sudah memetakan dan menerima laporan masyarakat terkait luas lahan dan posisinya yang diduga belum dibayar lunas.
Sekretaris Tim Advokasi Lahan Mandalika, M Fihiruddin mengungkapkan, berdasarkan laporan masyarakat pemilik lahan dan hasil investigasi Tim Advokasi Lahan Mandalika, ditemukan masih banyak lahan warga yang belum terbayarkan sampai saat ini.
Lahan yang masih bermasalah antara lain di Tanjung Aan milik LH Dkk seluas 8 hektar, tanah LAM 2 hektar, tanah LB 2 hektar. Kemudian lahan-lahan di kawasan Serenting seperti tanah AM dan DRA seluas 16 hektar di Bukit Batik Bantar, tanah UM seluas 2,65 hektar di Pantai Serenting dan tanah seluas 1,5 di Bukit Pongos, tanah milik AL Dkk seluas 4 hektar di bukit Serenting dan tanah milik almarhum LGW seluas 4 hektar yang menang putusan pengadilan, tanah milik AL 78 are dan tanah Mangim seluas 65 are dan juga tanah AB seluas 1 hektar lebih di kawasan sirkut MotoGP lokasi Serenting. Kawasan ini beberapa kali akan digusur oleh ITDC tetapi mendapatkan perlawanan dari AB. Dan banyak lagi lahan-lahan yang warga yang diduga belum dibayar oleh ITDC.
“Dengan banyaknya laporan masyarakat dan temuan Tim Advokasi di lapangan, maka kami mendesak agar pihak ITDC segera melakukan pelunasan dan pembayaran dan menjamin hak-hak milik masyarakat diselasaikan secara adil dan transparan,” tukasnya.
Selain itu, ITDC juga diminta untuk menghentikan praktik-praktik yang kontraproduktif dan intimidatif serta melakukan upaya-upaya penyelesaian lahan-lahan warga dengan cara-cara humanistik sesuai dengan arahan Kapolda NTB.
“Kami juga mendesak Gubernur NTB dan Bupati Lombok Tengah berperan aktif dalam penyelesaian permasalahan lahan warga tersebut di atas, dan berhentilah menjadi tim sukses PT ITDC,” cetusnya.
Menurut Fihir, pemerintah daerah seharusnya terlebih dahulu membantu masyarakat bukan membantu investor dan pemilik kapital yang akan menguasai lahan masyarakat.
“Sebagai pemerintah bersikaplah adail dan bijaksana sebagai tempat pengaduan permasalahan rakyat,” katanya. (*)