Konflik lahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika hingga kini masih menjadi isu hangat. Meski sudah menjadi program skala nasional, namun persoalan lahan ini belum juga usai. Di satu sisi, sekitar Februari-Maret mendatang Dorna selaku Operator MotoGP menjadwalkan akan menggelar sesi latihan.
Sejumlah warga pemilik lahan di areal MotoGP Mandalika didampingi Tim Kuasa Hukum Jumat (14/8) sempat mendatangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI di Jakarta. Kedatangan mereka melaporkan kasus sengketa tanah di areal MotoGP Mandalika.
Dalam surat laporan 005/STPL-KH/VIII/2020 tersebut, dijelaskan bahwa Komnas HAM sudah menerima laporan dan aduan masyarakat.
Setelah mendengar aduan perwakilan masyarakat, Komnas HAM melampirkan surat yang pointnya, selama pengaduan tersebut berproses di Komnas HAM RI, pihak terlapor (ITDC, Red) untuk menghentikan rencana penggusuran dan menghormati hak-hak pengadu.
Terutama terkait hak atas kesejahteraan sehubungan dengan hak kepemilikan tanah dan tempat tinggal, serta berkehidupan yang layak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Setelah melaporkan adanya indikasi pelanggaran HAM di KEK Mandalika, Yayasan Peduli Wisata Indonesia (YPWI) menginisiasi Webinar Nasional, rapat virtual via Zoom dengan tema “Mandalika: Merdeka Atau Terluka”. Webinar yang dilaksanakan Jumat (21/8) mulai pukul 14.00-16.00 Wib ini dengan narasumber Komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara, Manager Hakasasi.id, Daywin Prayogo, Lokataru Indonesia, Haris Azhar dan dengan Moderator, Alip Purnomo.
Dalam Webinar Nasional tersebut, cukup banyak isu menarik yang diungkapkan para moderator. Seperti yang diungkapkan Daywin Prayogo. Daywin mengungkapkan, selama ini pemerintah pusat seolah hanya mementingkan suatu investasi, namun belum dikaji secara matang. Baik dari segi kajian lingkungan hidup strategis maupun minimnya mitigasi bencana di areal kawasan super prioritas itu.
“Masa Pemerintah Indonesia sesembrono begini?” tukasnya.
Di sisi lain, hingga kini pihaknya menilai ITDC selaku komando proyek masih cukup tertutup kepada publik. Hal ini dia buktikan ketika beberapa kali bersurat tentang keterbukaan publik. Namun nyatanya, jauh panggang daripada arang.
“Sampai sekarang belum direspons,” ketusnya.
Sementara Tim Kuasa Hukum warga pemilik lahan, Karmal Maksudi mengungkapkan, Jumat (21/8) lalu, pihak ITDC mengirimkan surat kepada pihaknya bahwa semua masyarakat di lingkar Sirkuit MotoGP diminta hengkang. Sebab rencananya, Senin (24/8) akan ada penggusuran.
“Secara kelaziman, klien kami yang memiliki lahan kok mereka yang disuruh menggugat. Ini kan lucu,” celetuknya.
“Ini kan ITDC hanya bertahan dengan kekuatan surat Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Tapi bagaimana proses terbitnya HPL ini tidak mau disampaikan kepada kami. Makanya belum bisa selesai sampai saat ini. Kami harapkan Komnas HAM bisa membantu kami agar tidak ada pelanggaran HAM yang terjadi atas proyek nasional di Mandalika ini,” harapnya.
Sementara Komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsar menegaskan bahwa masalah proyek nasional di Mandalika harus memperhatikan HAM. Jangan sampai dengan alasan Sirkuit MotoGP Mandalika adalah proyek nasional, kemudian terjadi pelanggaran HAM di sana.
“Yang namanya proyek nasional itu juga ada rambu-rambunya. Rambu itu bukan hanya sekadar rambu-rambu jadwal yang ditargetkan Presiden, tapi juga rambu-rambu Hak Asasi Manusia,” tegasnya.
Hapsar menambahkan, pembangunan tidak hanya bicara soal peralihan hak milik saja, namun juga berbicara tentang hak asasi manusia yang sangat penting sesuai dengan arahan Presiden.
“Apalagi kemarin ketika pidato kenegaraan, Presiden sudah sangat jelas pesannya, bahwa pembangunan nasional, Indonesia harus memperhatikan lingkungan dan hak asasi manusia supaya tidak ada lagi kesewenang-wenangan dan ketidakadilan,” ulasnya.
Ia menerangkan bahwa dalam SOP Komnas HAM, penggusuran menjadi prioritas yang harus segera ditangani. Sebab penggusuran bukan hanya bangunan yang hilang, tapi banyak hak-hak masyarakat yang dilanggar di dalamnya. Seperti hak untuk hidup layak, hak diperlakukan bermartabat dan hak berkehidupan sosial.
“Ketika penggusuran, yang tadinya bertetangga yang kita kenal, punya relasi yang baik, kemudian ada penggusuran terpaksa berpindah. Artinya membangun sesuatu dari nol kembali. Itulah salah satu alasan yang menjadikan penggusuran sebagai prioritas di Komnas HAM,” terangnya.
Itulah alasan Komnas HAM, lanjut Apsar, meminta pihak ITDC selaku developer untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap lahanan orang-orang yang masih atau sedang memperjuangkan hak-haknya.
“Intinya ITDC hentikan dulu. Karena masih ada orang yang mempertahankan haknya. Sebelum rencana penggusuran, kami dari Komnas HAM akan turun langsung memperjuangkan hak masyarakat,” janjinya. (*)