Muncul undangan dukungan deklarasi Puan Maharani-Moeldoko yang dituliskan berasal dari Pro Bakti NKRI. Di dalamnya, ada foto Puan dan Moeldoko berbaju putih dengan tulisan Puan Maharani sebagai calon presiden dan Moeldoko sebagai calon wakilnya.
Masih di dalam undangan deklarasi dukungan Puan dan Moeldoko, tertera tanggal deklarasi dan dukungan Senin, 29 Maret 2021. Dukungan deklarasi itu disebut-sebut akan berlangsung di salah hotel berbintang di Surabaya.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu PDIP Bambang Wuryanto memastikan undangan deklarasi dukungan itu hoax alias informasi bohong. Pria yang akrab disapa Bambang Pacul ini memastikan tak ada agenda dukungan deklarasi tersebut.
“Hoax,” kata Bambang Pacul, saat dikonfirmasi dilansir detik.
Kemudian, poster deklarasi dukungan dengan gambar Jusuf Kalla bersama Harimurti Yudhoyono beredar di media sosial. Poster deklarasi dukungan itu berisi foto JK dan AHY dengan lambang Partai Demokrat. Poster dilengkapi slogan ‘DEMOKRAT S14P!’.
Masih di dalam poster yang sama, acara deklarasi dukungan JK dan AHY disebut-sebut digelar pada Senin (22/3), di salah satu hotel berbintang di kawasan Senayan. Tertera pula nomor informasi lebih lanjut di dalam poster itu. Selain itu, terlihat wajah Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam poster itu.
Ketua Bappilu Partai Demokrat, Andi Arief, mengatakan agenda deklarasi JK dan AHY itu adalah berita bohong alias hoax. Andi Arief menyebut Pilpres masih jauh.
“Masih jauh Pilpres, terpikir pun belum. Hoax ini,” kata Andi Arief saat dimintai konfirmasi.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI), Siti Zuhro menilai poster-poster tersebut adalah bentuk komunikasi politik masyarakat. Ia menjelaskan bahwa poster-poster ini adalah upaya masyarakat untuk membangun opini kolektif mengenai calon presiden dan wakil presiden yang cocok bagi Indonesia.
Opini yang awalnya dibentuk oleh individu ini terus berkembang hingga diterima oleh publik. Media sosial menjadi tempat berkembangnya opini ini karena media sosial sendiri dibentuk oleh masyarakat.
Siti memandang fenomena poster ini bukan sebagai suatu pelanggaran, melainkan ekspresi masyarakat yang harus ditanggapi dengan rileks.
“Ekspresi itu tidak dibatasi, jadi boleh saja saya mencalonkan anda berpasangan dengan siapa gitu,” ujar Siti melalui sambungan telepon pada Jumat (19/03).dilansir gatra
Pengamat yang mendapat penghargaan “Pengamat Politik Terbaik” dari Bawalu Awards pada 2014 ini menuturkan fenomena pengusungan hanya ada di tingkat masyarakat saja karena partai tidak akan merilis kandidat calon presiden dan wakil presiden dengan gegabah. Hal ini dikarenakan adanya penyesuaian dan penyamaan persepsi dari partai yang berkoalisi.
Selain itu, fenomena pengusungan calon kandidat presiden dan wakil presiden melalui poster ini menurutnya terlalu cepat. Sebelum ada media sosial, biasanya kandidat baru diusung dalam kurun waktu kurang dari satu tahun sebelum pemilu.
“Biasanya partai itu memerlukan waktu dan di menit-menit terakhir. Tahun 2019 saja di menit-menit terakhir. Betapa alotnya untuk memasangkan pasangan calon,” ucap Siti.