Beranda Editorial Kisruh Aturan JHT, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Curiga Pemerintah Kesulitan Berutang

Kisruh Aturan JHT, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Curiga Pemerintah Kesulitan Berutang

0
BERBAGI
Said Didu/net
Editorial Koranmerah.com

Mantan sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mencurigai ada maksud tertentu dari pemerintah sehingga terbit Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam Permen tersebut, terhadap sejumlah perubahan aturan untuk pembayaran klaim JHT.
Kebijakan itu pun menuai protes luar karena dianggap merugikan pekerja.
Apalagi, dalam kondisi pandemi, dimana pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi, pekerja membutuhkan uang JHT untuk sekadar menyambung hidup atau sebagai modal usaha.
Said Didu menduga, kebijakan ini ada kaitannya dengan pemerintah yang saat ini mulai kesulitan mendapatkan utang.
Sementara, pemerintah masih membutuhkan utang untuk berbagai kebutuhan.
Di saat yang sama, Bank Dunia sudah mengingatkan agar RI berhenti menerbitkan Surat Utang Negara.
“Karena mkn kurangnya peminat Surat Utang Negara (SUN) dan dimintanya BI berhenti membeli SUN oleh IMF, sementara pemerintah masih butuh tambahan utang,” tulis Said Didu dikutip dari Twitter pribadinya, Senin (14/2/2022)
Maka dari itu, menurut Said Didu, patut diduga kebijakan ini dalam rangka untuk menahan uang JHT milik pekerja agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain oleh pemerintah.
“Maka upaya menahan uang kelolaan seperti dana JHT di BPJS Ketenagakerjaan agar tidak diambil, mungkin ditujukan untuk beli SUN tersebut,” imbuhnya
Pemerintah tidak sensitif
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati, prihatin melihat sikap pemerintah yang tak berpihak pada pekerja.
Hal ini terkait terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Beleid terbaru mengatur pencarian JHT 100 persen hanya bisa dilakukan pada usia pensiun 56 tahun. Pencarian JHT sebelum usia 56 tahun bisa dilakukan dengan beberapa persyaratan dan kondisi.
Mufida mengatakan, peraturan itu masih merupakan lanjutan kebijakan yang tercantum dalam UU Cipta Kerja.
JHT dalam perspektif pemerintah adalah dana yang bisa diatur-atur oleh pemerintah yang diserahkan kepada pemerintah untuk digunakan sesuai dengan kebijakan pemerintah.
“Peraturan ini semakin menegaskan filosofi dan politik kebijakan ketenagakerjaan pemerintah saat ini yang mementingkan ekonomi (investasi),” ucapnya, Minggu (13/2/2022).
“Di mana dengan perlambatan pencairan JHT tersebut, maka akan menyebabkan semakin besarnya dana terparkir di BP Jamsostek,” imbuhnya.
“Hal ini tentu saja menyebabkan kecurigaan yang semakin besar kepada pemerintah,” kata Mufida.
Mufida mengatakan, sebagai dana yang diambil dari pekerja, maka pada hakikatnya program dana JHT adalah hak pekerja.
Jika hak untuk menggunakan dibatas harus sampai berusia 56 tahun, maka peraturan ini akan memberatkan pekerja yang membutuhkan jaring pengaman sosial di waktu yang serab sulit saat ini.
Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga Agustus 2021 ada 1,49 juta kasus klaim JHT didominasi oleh korban PHK dan pengunduran diri dengan peserta rentang di bawah 30 tahun atau usia produktif.
“Artinya pekerja yang mencairkan JHT karena memang butuh karena di PHK dan mundur dari perusahaan karena dampak pandemi. Mereka menggunakan dana JHT untuk bertahan sembari berusaha mencari pekerjaan baru. Kalau aturan JHT kini hanya bisa dicarikan saat usia pensiun, jaring pengaman untuk mereka yang di PHK belum ada,” ujarnya.
Di sisi lain, sudah ada Jaminan Pensiun bagi pekerja penerima upah yang manfaatnya bisa dirasakan saat usia pensiun yang menjadi alasan pemerintah mengubah aturan pencairan JHT ini.
“Manfaat bagi pekerja penerima upah sudah tercover di program Jaminan Pensiun jika memang semangatnya memberikan perlindungan setelah usia pensiun. Sementara jaminan hari tua memang faktanya masih digunakan para pekerja yang kena PHK atau mengundurkan diri sehingga bisa menjadikan dana JHT sebagai jaring pengaman atau modal usaha,” ucapnya.
Mufida menilai, peraturan ini tidak sensitif atas kondisi masyarakat saat ini.
Setelah pekerja tersebut mengalami PHK dengan kesempatan kerja yang semakin sulit, serta kebijakan pengusaha yang lebih memilih menjadikan pekerjanya sebagai pegawai kontrak (PKWTT), maka dana JHT tersebut merupakan harapan tersebesar dari pekerja sebagai dana bahkan untuk menyambung hidup dan modal usaha.
“Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dana uang pesangon dari pengusaha sangat sulit dan perlu waktu yang lama bagi pekerja untuk mendapatkannya. Oleh karena itu JHT menjadi harapan terbesar karena langsung cair setelah 1 bulan masa tunggu,” pungkasnya. (wartakota)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here