Aksi penolakan perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu terus bergulir. Teranyar, hari ini, Senin (11/6), ribuan mahasiswa akan berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI.
Anggota Komisi IX DPR dari PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, Presiden Jokowi secara tegas sudah membantah adanya rencana agenda penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Ia menyebut, ada menteri koordinator (menko) sebagai pihak yang menyuarakan wacana tersebut yang justru tidak bertanggung jawab.
“Presiden sebagai pemimpin sudah mengambil alih tindakan keblinger bawahannya yang congkak dan semena-mena kepada rakyat. Pertanyaannya, ke mana menko yang menggalang dukungan palsu 3 periode masa jabatan presiden tersebut? Di mana batang hidung menteri pongah sok merasa paling kuasa itu?” ujarnya, Senin (11/6).
“Kenapa bukan menko tersebut yang menjelaskan kepada publik dan massa aksi yang melakukan penolakan perpanjangan 3 periode masa jabatan presiden,” imbuh Masinton yang pada 1998 juga ikut berdemo menentang Orba ini.
Masinton mengatakan, gagasan yang menuai kontra publik tersebut didengungkan oleh menko yang tidak memiliki kewenangan di bidang politik. Dia juga menyebut menko tersebut layak mundur dari jabatan karena menyebarkan big data hoaks.
“Harusnya menko tersebut secara ksatria mundur dari seluruh jabatannya. Apalagi telah menyebarkan big data hoaks kepada masyarakat,” tambahnya.
Menurut dia, aksi demonstrasi massa mahasiswa patut dimaknai sebagai kritik dan perlawanan generasi muda terhadap elite yang ingin berkuasa. Hal yang sama terjadi pada era reformasi 1998, di mana masyarakat menuntut pembatasan kekuasaan untuk meraih demokrasi.
“Aksi demonstrasi massa mahasiswa dimaknai sebagai kritik terhadap elite tua yang rakus jabatan dan serakah ingin menguasai sumber daya kekayaan alam Indonesia. Bahkan untuk mencapai tujuan keserakahannya, secara terang-terangan berupaya membajak konstitusi dan menenggelamkan demokrasi,” tuturnya.
“Tanpa adanya pembatasan kekuasaan secara demokratis akan melahirkan kesemena-menaan (tiran), berwatak rakus dan serakah (oligarki kapitalis),” tandasnya.( kumparan )