Menko Polhukam Mahfud MD bicara soal aturan anggota institusi TNI/Polri mengisi jabatan sebagai penjabat (Pj) kepala daerah. Menurut Mahfud, anggota TNI/Polri aktif tidak bisa menjabat sebagai Pj. Mereka haruslah terlebih dahulu pensiun untuk menjadi Pj.
“TNI yang masih aktif di kesatuannya (di bawah Mabes TNI/POLRI) tak boleh jadi Penjabat Kepala Daerah,” kata Mahfud di Twitter, dikutip kumparan, Selasa (24/5).
Hal ini menanggapi sorotan terkait penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat. Ia adalah Kepala BIN Sulawesi Tengah.
Namun, menurut Mahfud, anggota TNI atau Polri yang sudah ditugaskan di institusi di luar induknya bisa menjadi Pj. Dia mencontohkan, jika anggota TNI/Polri tersebut sudah ditugaskan di Kemenko Polhukam, BIN, BNPT, dan sebagainya bisa menjadi Pj.
“Tapi kalau TNI/Polri yang sudah ditugaskan di institusi di luar induknya seperti di Kemenko Polhukam, BIN, BNPT, BSSN, BNN, MA, dan lain-lain bisa jadi Penjabat Kepda (kepala daerah). Itu ada di putusan MK,” kata Mahfud.
“Padahal di putusan MK disebut bahwa anggota TNI/POLRI yang sudah ditugaskan institusi birokrasi di luar Mabes boleh jadi Penjabat,” kata Mahfud menegaskan di cuitan lainnya.
Tak dijelaskan Mahfud merujuk putusan MK yang mana. Namun demikian, dalam Putusan MK teranyar yakni nomor 15/PUU-XX/2022, disebutkan bahwa hanya TNI/Polri yang sudah tidak aktif yang bisa menjadi Pj Kepala Daerah.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa putusan MK itu menegaskan bahwa hanya anggota TNI/Polri yang sudah berhenti dari institusi yang bisa menjadi Pj.
Dia menyebut, apabila anggota TNI/Polri masih berada di penugasan seperti di kementerian, itu masih terhitung aktif. Sedangkan yang bisa menjadi Pj adalah mereka yang sudah berhenti.
“TNI dan polisi yang ditugaskan itu kan masih anggota institusi asal. Menurut MK harus berhenti,” kata Feri.
Di sisi lain, dia juga menegaskan bahwa dalam pasal 30 UUD 1945 tugas TNI dan Kepolisian itu adalah soal pertahanan dan keamanan. Tidak mengurusi pemerintahan di daerah.
“Perlu kita ingat beberapa putusan MK ya, MK sudah memutuskan UU TNI konstitusional anggota TNI dan kepolisian yang ingin mengabdi di pemerintahan daerah harus mengundurkan diri begitu ya karena sebagai prinsip profesionalitas,” kata Feri.
“Kedua, di putusan 67/2021 putusan 15 dan 18 (tahun) 2022 menyatakan bahwa prinsip-prinsip demokrasi harus dilindungi dan Pj kepala daerah yang dipilih orang yang kompeten di bidangnya, pada titik ini jelas TNI dan Polri bukan bidangnya dalam kepengurusan pemerintahan daerah,” sambung dia.
Dia pun berharap pemerintah dapat menjalankan putusan MK ini dengan sebaik-baiknya.
“Patut kiranya menurut saya putusan MK ini ditegakkan sebaik-baiknya oleh Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini juga pemerintah di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Jangan sampai Kementerian Dalam Negeri, pak menteri dalam negeri semena-mena dengan putusan MK dan seolah-olah dia menjalankan cara berpikir konstitusionalnya sendiri, padahal fungsi pengawalan konstitusi itu ada di MK melalui putusan-putusannya,” pungkas Feri.(Kumparan)