Permasalahan pengelolaan sampah di Gili Trawangan masih menjadi persoalan serius, yang belum usai. Hal itu ditemukan oleh Tim Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wilayah V ketika melakukan tinjauan lapangan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Minggu (18/8).
Adapun, hulu permasalahan diketahui berkaitan dengan penumpukan sampah, yang bahkan mencapai tinggi 9,5 meter, dan tidak bisa lagi didaur ulang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gili Trawangan. Kepala Satuan Tugas Direktorat Korsup KPK, Dian Patria, menegaskan bahwa penumpukan sampah di kawasan wisata ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga mencerminkan lemahnya tata kelola yang berpotensi merugikan daerah secara ekonomi dan layanan publik yang diberikan.
“Di Gili Trawangan, saat high season jumlah sampah yang dihasilkan mencapai 18 ton dan low season 15 ton per hari, namun kapasitas pengolahan hanya sekitar 2 hingga 3 ton saja per hari. Artinya, hanya 16% yang bisa diproses setiap harinya. Ada selisih besar yang menyebabkan penumpukan sampah secara signifikan. Jika tidak segera ditangani, tumpukan sampah ini akan terus meningkat dan menjadi masalah yang semakin sulit diatasi,” ucap Dian pada Senin (19/8), usai meninjau langsung TPA dan TPST di Gili Trawangan.
Dalam tinjauan di lapangan, terlihat botol-botol plastik masih disortir manual oleh petugas, sementara sampah recycling, botol kaca, dan organik, dipilah menggunakan dua mesin conveyor. Lantas, untuk sisa residu yang tidak dapat didaur ulang, langsung dibuang ke TPA. Di bibir pantai juga ditemukan adanya sampah yang belum diangkut, yang hanya ditutup plastik.
“Ini kan tidak elok, ya. Sampah belum diangkut, hanya ditutup plastik saja. Bisa saja, lho, sampah itu terbawa ke laut padahal di sana banyak wisatawan. Bagaimana kalau wisatawan kapok karena pantainya kotor?” tutur Dian.
Temuan Tim Satgas Korsup KPK Wilayah V terkait pengelolaan sampah di Gili Trawangan cukup disayangkan. Pasalnya, skor Monitoring Center for Prevention (MCP) Kabupaten Lombok Utara tahun 2023 berada di angka 85%, yang masuk dalam kategori terjaga. Dengan kata lain, dalam implementasinya masih ada persoalan perihal tata kelola keberlangsungan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) KLU.
Pengurus TPST Gili Trawangan Cahyo Kurniawan di kesempatan yang sama, menjelaskan bahwa TPA Gili Trawangan masih bersebelahan dengan TPST. Sisa sampah ditumpuk di sana hingga menjadi gunungan sampah yang tak elok di pandang. Sedangkan, untuk sampah yang bisa didaur ulang, setiap 30 hari sekali akan diangkut secara manual ke darat, tepatnya ke Teluk Dalam, Kabupaten Lombok Utara, untuk diproses lebih lanjut.
TPST Gili Trawangan sendiri dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) yang bekerja sama dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)—dikenal sebagai Front Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL). Selama ini, Cahyo menuturkan, peran DLHK sebagai pemberi izin atas pengelolaan sampah serta sosiasasi terkait dalam pengelolaannya. Namun, terkait solusi penanganan sisa sampah di Gili Trawangan, masih belum ada.
“Harapan besar kami, sisa residu bisa dibawa keluar pulau Gili Trawangan. Kami juga berharap KPK bisa mendorong pemerintah daerah lebih fokus dan peduli tentang penanganan sampah yang lebih optimal, karena sekarang tempat pembuangan sampah yang ada di sebelah TPST itu sudah overload bahkan sering terjadi kebakaran besar. Kalau dibiarkan, Gili Trawangan bisa terancam,” jelas Cahyo.
Cahyo menjelaskan bahwa pengolahan sampah di TPST dilakukan setiap hari tanpa henti, dengan tenaga kerja sekitar 28 orang yang bekerja selama 8 jam sehari. Namun, hal itu masih belum efektif karena untuk sampah 18 ton per hari, butuh waktu pemilahan selama 9 hari. Sedangkan, sampah baru setiap harinya terus bertambah.
Mengingat adanya keterbatasan alat dan tenaga kerja, untuk membantu mempercepat proses pengolahan sampah, TPST Gili Trawangan masih membutuhkan beberapa alat, seperti excavator mini, incinerator, hingga generator untuk mensuplai pasokan listrik jika listrik dari PLN mati.
Pembenahan Tata Kelola Untuk Mendongkrak PAD
Untuk itu, KPK menekankan pentingnya pembenahan dari segi pengelolaan sampah, bukan sekadar untuk pelestarian keindahan alam, tetapi juga mendukung keberlanjutan pariwisata demi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya, jika permasalahan ini terus berlanjut, wisatawan enggan datang dan PAD bisa mengalami penurunan.
Pada tahun 2023, pendapatan daerah Kabupaten Lombok Utara (KLU) berada di angka Rp958,7 miliar dengan 16,13% berasal dari PAD; 8,9% berasal dari pajak; dan 1,2% dari retribusi. Angka ini menjadi angka terkecil di antara Kabupaten Lombok lainnya, seperti Kabupaten Lombok Barat sebesar Rp1,87 triliun, Kabupaten Lombok Tengah sebesar Rp2,3 triliun, dan Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp2,8 triliun.
“Jangan sampai disisipkan politik anggaran juga untuk pengelolaan sampah ini. Pemda harus memberikan perhatian khusus pada infrastruktur dan pengelolaan sampah di kawasan wisata seperti Gili Trawangan. Sampah yang menumpuk ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga dapat merusak citra pariwisata yang menjadi sumber pendapatan utama daerah,” ujar Dian.
KPK mendorong pemerintah daerah dan pihak terkait untuk segera mengalokasikan anggaran yang memadai untuk perbaikan fasilitas dan alat pengolahan sampah. KPK juga mengajak masyarakat dan pengusaha di Gili Trawangan untuk lebih aktif dalam mengelola sampah, baik melalui pengurangan sampah sejak dari sumbernya, maupun mendukung upaya daur ulang.
Dian juga memberikan rekomendasi pada Pemda KLU agar bisa menelurkan kebijakan terkait permasalahan sampah, misalnya, wisatawan diwajibkan untuk membawa kembali sampah-sampah yang dibawa ke pulau.
Lebih lanjut, KPK akan terus memantau perkembangan penanganan masalah sampah ini dan siap memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam memperbaiki tata kelola lingkungan di Gili Trawangan.
“Kami berharap langkah-langkah ini dapat segera diimplementasikan demi menjaga keberlanjutan lingkungan dan pariwisata di Gili Trawangan,” pungkasnya. (*)