Beranda Cek Fakta Kenali Modus Hoaks Politik yang Gunakan Isu Kecurangan Pilkada NTB

[PREBUNKING] Kenali Modus Hoaks Politik yang Gunakan Isu Kecurangan Pilkada NTB

0
BERBAGI
salah satu calon kepala daerah NTB, Zul-Uhel
Editorial Koranmerah.com

Hoaks politik kerap menyebar mendekati masa pemungutan suara pada Pilkada serentak, 27 November 2024. Berdasarkan pemantauan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) sepanjang semester pertama tahun ini saja, hoaks politik mulai meningkat pada Juni atau menjelang pencoblosan.
Topik yang mewarnai hoaks politik didominasi lima isu utama yaitu dukungan politik, isu kecurangan Pemilu, karakter atau gaya hidup, klaim kemenangan dan penolakan terhadap kandidat tertentu. Berbagai isu tersebut masih muncul memasuki semester II 2024 atau menjelang pemungutan suara Pilkada 2024.
Hoaks yang memuat berbagai narasi dan klaim terkait dukungan ke calon kepala daerah yang berlaga pada Pilkada misalnya, terus bermunculan di media sosial. Temuan ini juga tercermin salah satunya pada Pilkada NTB 2024.
Berikut contoh hoaks politik dengan isu dukungan politik dan kecurangan Pemilu.
Contoh 1
Salah satu hoaks politik yang ditemukan berupa narasi berisi klaim pernyataan resmi yang mengatasnamakan Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo Subianto untuk mendukung salah satu pasangan calon gubernur. Konten tersebut beredar pada masa tenang Pilkada 2024.
Dikutip dari temuan tim cek fakta Tirto.id, konten tersebut berisi narasi ajakan untuk memilih pasangan calon Dr. Zulkieflimansyah dan Suhaili FT, SH, MH (Zul-Uhel) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilkada 2024. Dalam isi surat, pasangan ini disebut sebagai figur yang memiliki rekam jejak gemilang dan dianggap mampu memberikan kontribusi besar untuk masa depan NTB serta Indonesia.

Namun berdasarkan penelusuran tim Tirto, pencarian melalui mesin pencari Google dengan kata kunci “surat himbauan Prabowo mendukung Zul-Uhel” tidak menemukan hasil sesuai klaim informasi tersebut.
Selain itu, Ketua OKK DPD Gerindra NTB, Sudirsah Sujanto membantah adanya surat edaran tersebut. Sementara Tim Pemenangan Zul-Uhel, Dedy AZ pun menyatakan tidak tahu-menahu ihwal edaran itu. Penelusuran juga menemukan surat dengan format serupa sempat beredar tapi dengan narasi berbeda yakni dukungan Prabowo untuk Ridwan Kamil-Suswono pada Pilkada DKI Jakarta 2024.
Sehingga kesimpulan penelusuran fakta mendapati, dokumen yang mengatasnamakan Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo Subianto berisi ajakan untuk memilih pasangan calon Zul-Uhel sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada Pilkada 2024 adalah salah dan menyesatkan.
Sebagai konteks, Zulkieflimansyah dan Suhaili (Zul-Uhel) merupakan Calon Gubernur Nusa Tenggara Barat 2024 nomor urut 2. Pasangan Zul-Uhel akan bersaing dengan pasangan Siti Rohmi Djalilah-Musyafirin (Rohmi-Firin) dengan nomor urut 1, serta pasangan Muhammad Iqbal-Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda) dengan nomor urut 3.
Contoh 2
Dalam Proses Pemilihan kepala daerah 2024, berbagai informasi hoaks kembali bermunculan di media sosial. Salah satu yang menjadi perhatian adalah manipulasi video yang menyudutkan calon tertentu dengan narasi kepala desa di Provinsi Nusa Tenggara Barat mendukung salah satu calon.

Kasus terbaru yang memanfaatkan video di luar konteks ini terjadi di NTB, di mana video seorang kepala desa diamuk massa disebut sebagai aksi protes warga terhadap kecurangan Pilkada.
Padahal, video tersebut berdasarkan cek fakta kompas.com sebenarnya terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, terkait kasus Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Modus Hoaks Pemilu Berisi Isu Kecurangan
1.Manipulasi video atau foto dengan diedit, dipotong, diunggah di luar konteks
2.Mencatut nama daerah atau perangkat desa atau pejabat tertentu
3.Memuat narasi yang mendiskreditkan atau menyerang kandidat tertentu tanpa data
4.Menggunakan kalimat provokatif dan memicu emosi pembaca sehingga tergerak untuk menyebarkan melalui media sosial
5Mengaburkan asal-usul sumber
Praktisi sekaligus akademisi dari UIN Mataram, Sahrili Halim, M.Kom menegaskan bahwa fenomena manipulasi video sangat berbahaya karena dapat menciptakan kebingungan dan memicu konflik.
“Hoaks berbasis video memiliki daya sugesti yang tinggi. Publik cenderung mempercayai apa yang mereka lihat tanpa memverifikasi lebih lanjut,” jelas Sahril, Jumat.
Lebih lanjut Eks GM Tv9 Lombok ini menambahkan bahwa narasi hoaks seperti ini sering digunakan untuk menyerang kredibilitas calon tertentu.
“Biasanya, pelaku memanfaatkan emosi masyarakat dengan menambahkan narasi provokatif. Jika tidak segera ditangkal, ini bisa merusak tatanan demokrasi kita,” katanya.
Dalam kasus video yang dihubungkan dengan Pilkada di NTB, video asli menunjukkan insiden di Desa Foya Tobaru, Halmahera Selatan, di mana kepala desa Yusuf diserang warga akibat dugaan penyelewengan dana BLT. Namun, video ini diedit dan diberi narasi baru sehingga tampak seperti terjadi di NTB dan terkait Pilkada.
Langkah Memahami Setiap Informasi yang Kita Terima
Sebelum bereaksi terhadap konten atau informasi yang kita terima, Professor Masato Kajimoto, Lektor Kepala HKU Journalism Universitas Hong Kong merumuskan PRISM dan mengajak kita memikirkan 5 langkah ini sebelum bereaksi:
P = Pause atau Jeda: Kita tidak boleh terburu-buru. Ingat untuk selalu memeriksa semua informasi terlebih dahulu. 
R = Reflect atau renungkan: Apakah kamu disesatkan? Apakah kamu sedang dimanipulasi secara emosional?
I = Investigate atau selidiki: Kita perlu menyelidiki apakah konten ini valid? Dari mana asalnya? Bagaimana faktanya?
S = Share atau berbagi: Bagikan temuan Anda, ceritakan apa yang Anda ketahui dan yang tidak Anda ketahui.
M = Monitor atau memantau: Pantau terus informasi tersebut, kebenaran berkembang seiring berjalannya waktu.
Mencegah Agar Tak Terjebak Hoaks dengan Isu Dukungan Politik
1.Periksa Kredibilitas Sumber: Pastikan informasi berasal dari sumber tepercaya seperti media resmi atau lembaga berwenang.
2.Cek Silang: Lakukan pengecekan silang informasi tersebut melalui mesin pencarian. Bandingkan untuk memastikan keakuratan informasi.
3.Periksa Konten: Cek apakah video atau foto dimanipulasi, dari mana asal konten tersebut, apakah konten itu dipotong dan diunggah di luar konteks.
4.Hindari menyebarkan informasi yang belum terverifikasi
5.Laporkan jika konten adalah hoaks
Untuk itu langkah pertama dalam menangkal hoaks adalah meningkatkan literasi digital masyarakat.
“Publik harus dilatih untuk selalu memeriksa sumber informasi dan tidak mudah terpengaruh oleh konten yang viral,” ujarnya.
Ia menyarankan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran hoaks berbasis video.
Langkah pertama adalah masyarakat harus membiasakan diri memeriksa keaslian video menggunakan alat analisis metadata atau pencarian balik gambar (reverse image search) untuk memastikan konteksnya.
Kedua, perhatikan sumber unggahan video. Biasanya, video yang dimanipulasi berasal dari akun-akun anonim atau tidak resmi yang sengaja dibuat untuk menyebarkan konten provokatif.
“Ketiga, penting untuk mengedukasi masyarakat agar tidak langsung membagikan video tanpa konfirmasi. Sikap kritis harus menjadi kebiasaan baru dalam berinteraksi di media sosial,” tambah Katanya..
Sementara itu Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, Syukri Aruman menambahkan dalam menangkal Hoaks berbasis video, pihak berwenang, seperti pemerintah daerah dan komunitas masyarakat, harus proaktif mengadakan kampanye literasi digital. Pelatihan singkat yang fokus pada cara mengenali hoaks dan manipulasi digital dapat menjadi solusi efektif.
“Laporkan konten yang mencurigakan ke platform media sosial. Sebagian besar platform memiliki mekanisme untuk menghapus konten hoaks yang telah diverifikasi,”katanya.
Sukri mengingatkan bahwa masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menjaga kedamaian di tengah proses demokrasi.
 “Kita semua harus waspada terhadap upaya-upaya yang ingin merusak harmoni sosial melalui informasi palsu. Pilkada adalah milik semua rakyat, dan setiap individu harus berkontribusi dalam menciptakan suasana yang kondusif,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here