Beranda Traveling dan Wisata Ada 3000 Penenun, Saatnya Tenun Batujai Jadi Trademark Yang Dikenal Dunia

Ada 3000 Penenun, Saatnya Tenun Batujai Jadi Trademark Yang Dikenal Dunia

0
BERBAGI
Ketua Koperasi Stagen Batujai, Lalu Piringadi saat mempromosikan tenun Batujai

Koresponden Koranmerah [22/3]


Bagi kalangan banyak, terutama wisatawan, mereka lebih banyak mengenal tenun Sukerare atau tenun Sade ketimbang tenun Batujai. Hal ini tentu tidak heran, karena di dua tempat tersebut sudah berkembang dan sudah mendapat nama dengan majunya destinasi wisata yang sudah bertahun-tahun di branding pemerintah.

Tapi siapa nyana, bahwa tenun tenun tersebut juga banyak diproduksi dari desa Batujai, Desa yang berada sekitar 2 Km dari Lombok Internasional Airport. Memang Tenun Batujai ‘agak terlambat’ diperkenalkan jati dirinya. Padahal di desa ini tak kurang 3000 penenun yang menghasilkan ribuan tenun setiap bulannya.

Namun memang, para penenun ini menjual hasil tenunnya ke bos-bos besar yang ada di Sukerare, Sade, bahkan bos besar di Bali dan Jakarta. Para penenun ini dibina dengan diberikan bahan mentah berupa benang oleh bos tersebut, kemudian hasil tenunnya kembali ke bos tersebut dengan persentase harga yang sudah ditentukan. Itu salah satu bentuknya. Ada juga memang penenun yang dengan modal sendiri lalu kemudian menjual kepada pemesan dari luar desa dan luar daerah.

Dengan kondisi ini, praktis tenun Batujai tak terangkat sebagai satu branding tersendiri. Tenun Batujai banyak ‘diklaim’ oleh daerah lain.

Hal inilah yang membuat Koperasi Stagen Batujai ingin memunculkan tenun Batujai sebagai satu branding merk ” Made in Batujai” yang mempunyai “jati diri” tersendiri.

” Di Batujai, kita memiliki penenun tak kurang dari 3000 penenun dengan produksi ribuan tenun dalam sebulan. Kita sedang berusaha mengangkat tenun Batujai sebagai satu merk tersendiri yang kita harapkan dikenal luas oleh wisatawan nantinya,” kata ketua Koperasi Stagen Batujai, Lalu Piringadi.

Menurut pria berlatar advokat itu, tenun Batujai memiliki khasanah yang kental dengan filosofi budaya. Dibuat dengan ketekunan dan ketelitian dari tangan bersih para penenun, membuat tenun Batujai dijamin kualitasnya. Bahkan Batujai juga pernah diperkenalkan sebagai sentra tenun dengan pewarna alami.

” Tenun batujai memiliki identitas tersendiri dan mampu bersaing dengan tenun-tenun Sukerare yang sudah dikenal dunia, tenun juga bisa dinilai bukan dari segi komersil saja namun dari nilai budaya serta saya sangat berharap tenun batujai tidak punah tergerus jaman,” katanya.

Lalu Piringadi berharap dukungan dari sejumlah pihak baik dari Pemda Loteng dan Pemerintah Provinsi NTB untuk membantu pihaknya untuk mengangkat tenun Batujai sebagai satu kebudayaan lokal yang mendunia. Sebagi satu trademark [merek dagang] tersendiri yang pantas dijual bagi penikmat tenun di seluruh dunia.

” Kami berharap dukungan dari semua pihak. Termasuk pihak desa Batujai bisa konsen mengangkat tenun Batujai sebagai produk desa yang mendapat perhatian serius untuk dikembakan yang masuk dalam dokumen RPJMDes. Dan menjadi usaha Bumdes, dimana Bumdes bisa mengambil hasil tenun penenun Batujai sendiri,” harap pria yang akrab dipanggil Gede Ping ini.

Untuk koperasi Stagen sendiri kata Gede Ping, saat ini terus bergerak mencari jaringan guna mempromosikan tenun Batujai. Bahkan anggota koperasi telah diberikan pelatihan cara berjualan melalui online oleh Digital Asia Foundation. Program pelatihan keteramilan berjualan melalui online ini bisa dimamfaatkan untuk mendongkrak brand tenun Batujai.

” Kami juga akan ada kerjasama dengan hotel Amarsvati Senggigi dengan cara membawakan tamu setiap 2 kali dalam sebulan dengan sistem paket wisata,” katanya.

Paket wisata yang dimaksud Gede Ping ini adalah dimana tamu akan melihat proses tenun, memesan, membelinya langsung di Balai Koperasi Stagen Batujai.

” Kami juga akan menyediakan kuliner khas sasak. mohon doa agar semua ini bisa terwujud dengan lancar,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here