Beranda Nasional Sejarah Pilpres Langsung, Nomor Urut Genap Jadi Pemenang

Sejarah Pilpres Langsung, Nomor Urut Genap Jadi Pemenang

0
BERBAGI
Nomor urut calon presiden pemilihan langsung/Net

Editorial Koranmerah [Rabu, 10/4]


Indonesia telah melaksanakan Pemilu Presiden langsung sebanyak tiga kali sejak 2004. Pada setiap penyelenggaraan pilpres, KPU selaku penyelenggara pemilu memberlakukan nomor urut bagi pasangan capres-cawapres.

Dalam catatan Pemilu Presiden langsung selama ini, pasangan calon yang mendapat nomor urut genap selalu menjadi pemenang.

Pilpres langsung pertama dilaksanakan pada 2004 dan berlangsung dua putaran. Pilpres saat itu diikuti oleh lima pasangan capres-cawapres. Pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid mendapat nomor urut 1, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi nomor urut 2, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo nomor urut 3, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla nomor urut 4, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar nomor urut 5.

Pada tahun itu, pasangan SBY-Jusuf Kalla memenangkan pilpres dalam dua putaran. Pada putaran kedua, SBY-JK memperoleh suara 60,62 persen, mengalahkan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dengan raihan 39,38 persen.

Kemudian pada Pilpres 2009 menghadirkan tiga pasangan capres-cawapres. Pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto mendapat nomor urut 1, SBY-Boediono nomor urut 2, dan Jusuf Kalla-Wiranto nomor urut 3.

SBY-Boediono pun memenangkan pilpres dengan perolehan suara 60,8 persen mengalahkan Megawati-Prabowo dengan perolehan 26,79 persen, dan JK-Wiranto yang hanya mendapatkan 12,41 persen.

Pilpres terakhir tahun 2014 hanya diikuti dua pasangan capres-cawapres, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan nomor urut 1 dan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan nomor urut 2.

Jokowi-JK pun menjadi Presiden-Wakil Presiden terpilih dengan perolehan suara 53,15 persen, unggul dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang meraih 46,85 persen.

Sementara pada Pilpres 2019 ini hanya memunculkan dua pasangan capres-cawapres, yakni Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Jokowi-Ma’ruf mendapat nomor urut 1 , Prabowo-Sandiaga nomor urut 2.

Pakar semiotika, Acep Iwan Saidi menjelaskan, nomor urut capres-cawapres yang diperoleh harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam pelaksanaan pilpres. Penting atau tidaknya angka itu sangat bergantung pada kreatifitas tim kampanye.

“Dalam ilmu semiotika, angka itu adalah sebuah tanda yang menunjukkan sesuatu. Sekarang kalau di politik, angka itu harus menciptakan makna, tim kampanye harus kreatif dalam memaknai nomor urut yang didapat,” kata Acep di Jakarta, Jumat (21/9) dikutip dari Antara.

Acep menambahkan kedua pasangan capres-cawapres sekarang ini sedang menunjukkan identitasnya melalui simbol-simbol, seperti pakaian yang digunakan Jokowi terdapat gambar yang menarik perhatian kaum muda atau milenial. Sementara untuk mengimbanginya, maka kubu Prabowo menonjolkan Sandiaga sebagai tokoh kaum muda.

Di banding dengan Pilpres 2014 lalu, Acep menjelaskan, bahwa tahun ini yang membedakan adalah masing-masing simbol dari kedua kubu dilihat dari usia. Kubu Jokowi-Ma’ruf Amin identik dengan pasangan kelompok yang lebih tua, sedangkan Prabowo-Sandiaga mencerminkan sisi kelompok yang lebih muda.[CNNindonesia]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here