Gaduh perubahan nama bandara kembali menyeruak. Gubernur Zulkieflimansyah ujuk-ujuk mengeluarkan surat nomor: 550/375/Dishub/2019 dengan nada perintah kepada Angkasa Pura dan Maskapai penerbangan untuk segera mengeksekusi SK Menhub no.1421 tahun 2018 tentang perubahan nama bandara Lombok dari Lombok Internasional Airport [LIA] ke Zaenudin Abdul Majid Internasional Airport [ZAM].
Gubernur dari PKS itu menyatakan dalam suratnya yang dikeluarkan pada 15 November 2019 yakni berisi 2 poin perintah. Pertama memerintahkan pihak maskapai penerbangan agar melakukan announcement dengan menyebut nama Bandara Zaenudin Abdul Majdi [ZAM] dan kedua memerintahkan Angkasa Pura untuk mengganti papan nama bandara dari LIA ke ZAM.
Sontak publik mulai gaduh. Surat pria yang 3 priode menjadi anggota DPR RI dapil Banten ini memantik situasi memanas. Nampaknya sumbu konflik kembali terbakar.
Sejumlah elemen mengecam keras tindakan Gubernur asal Alas Sumbawa ini yang yang tak peka terhadap kondisi masyarakat. Bayangkan saja, saat ini listrik sedang mati bergilir, Sumber Mata Air banyak yang kering alias mati akibat kemarau, Cuaca panas, ditambah kondisi pariwisata yang masih belum pulih sepenuhnya pasca gempa.
Dimana data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Lombok melalui Bandara Internasional Lombok pada Januari-Agustus 2019 hanya sebanyak 80.232 penumpang atau turun 27,94 persen dibandingkan Januari-Agustus 2018 yang sebanyak 111.342 penumpang.Ini membuat situasi Lombok semakin memprihatinkan.
Selain itu, Badan Pusat Statistik Provinsi NTB merilis jumlah penduduk miskin di NTB pada Maret 2019 masih tinggi yakni tercatat sebesar 735,96 ribu orang (14,56 persen).
Demo berjilid jilid sudah dipersiapkan oleh elemen masyarakat dari Lombok Tengah dan mereka yang menentang pergantian nama bandara. Bahkan forum kepala desa Lombok Tengah juga bereaksi dengan memantapkan niat tidak menerima pergantian ini. Alasannya sederhana, tidak ada keterkaitan Psikologis dan prosedur pergantian nama bandara yang dinilai tidak terbuka serta hanya milik kepentingan orang perorang.
Meski ada elemen lain dari masyarakat Lombok, terutama jamaah organisasi NW yang mendukung penuh langkah Gubernur NTB yang juga tercatat sebagai kader NW. Alasan yang kerap dikemukakan yakni sebagai bentuk penghargaan kepada Pahlawan Nasional dan melaksanakan putusan Menteri.
Tak lepas lagi tokoh muda dari kedua kubu sangat bersemangat. Berbalas pantun di sejumlah media online dengan berbagai pernyataan semakin memanaskan situasi di pulau yang tahun lalu diguncang Gempa dahsyat ini. Letupan api konflik kian menjulang dan siap membakar pulau berjuluk Seribu Masjid atau Serambi Madinah ini.
” Nama ZAM Airport of Lombok adalah nama yang sangat tepat, dimana pahlawan nasional yang berasal dari pulau Lombok NTB ini bukan identik dengan satu kelompok tapi milik masyarakat indonesia seutuhnya. kalau ada pihak yang tidak bangga punya pahlawan dan di sematkan pada objek vital maka tentu kita patut pertanyakan nasionalismenya,” kata Samsul Qomar dari Pemuda Pancasila yang merupakan tokoh muda NW yang pro terhadap pergantian nama bandara.
” Saya akan mengajak masyarakat desa lingkar bandara dan seluruh lembaga, ormas yang tergabung dalam aksi nati untuk membokade tolgate jika tidak diindahkan,” kata Lalu Hizzi, dari Aliansi Rakyat Menggugat, yang menolak pergantian nama bandara.
Gubernur VS Bupati Loteng
Yang menarik dari perdebatan soal nama bandara ini adalah posisi Gubernur NTB, Zulkifliemansyah versus Bupati Lombok Tengah, Suhaili FT. Kedua pemimpin ini bersilang pendapat sangat tajam, bahkan sang bupati 2 periode itu sempat menggelar istigosah dengan teatrikal cap darah di depan bandara yang berada di desa Tanak Awu, Pujut Lombok Tengah itu.
Terkini Zul menyatakan bahwa eksekusi SK Menhub itu sudah atas persetujuan dari Suhaili.
” Ketika keputusan Pemerintah pusat untuk mengganti nama bandara, sebagai yg muda saya sowan ke Pak Bupati Lombok Tengah dan meminta pendapat beliau. Beliau setuju dan sudah nggak ada masalah apa2. Permintaan beliau kalau berkenan katanya dieksekusi setelah Pilpres saja agar daerah kita aman dan kondusif. Saya setuju dan saya kira ada benarnya,” kata Zul dalam laman media sosial Facebooknya.
Namun tak berselang lama, Bupati Loteng menimpali, bahwa tidak benar ia setuju ada perubahan nama bandara. Bahkan ia menyebutkan, nama Lombok adalah harga mati bagi bandara yang diresmikan oleh Presiden SBY pada 20 Oktober tahun 2011 itu.
”Sangat tidak benar.Dan saya tetap istiqomah dan tetap tunduk kepada kehendak dan perintah masyarakat. BIL adalah harga mati !!”tandasnya dalam WAG.
Jika ini terus bergejolak, maka Lombok dan NTB sedang berada pada ambang bencana kedua setelah bencana alam gempa bumi, yakni bencana perpecahan antara sesama saudara suku Sasak. Dimana rencananya Senin [18/11] sekitar lima ribuan massa akan demo ke kantor Gubernur dan DPRD NTB.