Nampaknya awal tahun 2020 menjadi awal tahun yang memanas bagi hubungan Indonesia China. Presiden Jokowi dan menteri Pertahanan Prabowo diuji keberanian dan kepiwaiannya dalam menghadapi China.
Dilansir CNBCIndonesia, tensi diplomatik antara Indonesia dan China belakangan menghangat. Ini lantaran ulah kapal-kapal asal Negeri Tirai Bambu yang masuk ke perairan Natuna.
Pemerintah Indonesia bahkan memanggil Dubes China untuk RI di Jakarta untuk melayangkan nota protes keberatan, beberapa waktu lalu. Menanggapi pemanggilan itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menegaskan perairan di sekitar Kepulauan Nansha (Spratly Islands), tidak jauh dari perairan Natuna, masih menjadi milik China.
Kementerian Luar Negeri Indonesia juga telah merilis siaran pers pada Rabu (1/1/2020). Isinya adalah bantahan atas klaim China. Indonesia kembali menegaskan penolakan terhadap klaim historis China di perairan Natuna. Menurut Indonesia, klaim China adalah klaim sepihak (unilateral).
Tentara Nasional Indonesia bahkan meningkatkan kesiapsiagaan merespons kondisi terkini di perairan Natuna.
“(TNI meningkatkan kesiapsiagaan) dengan cara meningkatkan sistem penginderaan dan sistem deteksi dini,” ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi kepada detik.com, Kamis (2/1/2020), seperti dilansir CNBC Indonesia pada Jumat (3/1/2020).
“TNI juga menyiagakan alutsista matra laut dan matra udara yang sudah tergelar di sekitar perairan Natuna,” kata Sisriadi.
Menurut dia, penggunaan armada-armada tempur TNI berdasarkan prinsip ‘economy of force’ atau pengerahan secara ekonomis bila diperlukan, sesuai perkembangan situasi dan kebutuhan.
Lebih lanjut, Sisriadi mengatakan, TNI juga akan mengoperasikan Pusat Informasi Maritim. Salah satu fungsi Pusat Informasi Maritim adalah melakukan deteksi dan identifikasi setiap wahana laut yang masuk ke perairan Tanah Air.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memimpin rapat koordinasi tingkat menteri membahas situasi terkini di perairan Natuna. Rapat yang digelar di Kemenko Polhukam, Jumat (3/1/2020), turut dihadiri antara lain oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Dalam keterangan pers seusai rapat, Retno menjelaskan rapat koordinasi bertujuan untuk menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di perairan Natuna. Dalam rapat itu, pemerintah menegaskan ada empat sikap terhadap persoalan itu. Berikut adalah perinciannya seperti dilaporkan detik.com:
Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok (China) di wilayah ZEE Indonesia
Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982
Ketiga, Tiongkok merupakan salah satu part (anggota) dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati, implementasi dari UNCLOS 1982
Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine-Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982.