Berkembangnya wacana pembangunan kereta gantung di sekitar Taman Nasinal Gunung Rinjani oleh pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ditanggapi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Direktur Eksekutif Daerah WALHI NTB, Murdani mengungkapkan, publik cukup dikejutkan dengan rencana pembangunan kereta gantung oleh pemerintah provinsi NTB, yang sebelumnya juga pernah digagas pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.
Menurut Murdani, rencana pembangunan kereta gantung di kawasan taman nasional gunung Rinjani (TNGR) tidak disertai dengan desain pembangunan (tata ruang) dan tidak didahului dengan koordinasi dengan Kementerian LHK, TNGR, termasuk Walhi selaku pemerhati kelestarian alam dan lingkungan di daerah itu.
Dani –panggilan Murdani- menegaskan, Gunung Rinjani merupakan sumber kehihupan masyarakat pulau Lombok yang harus terus dijaga kelestarian alammnya.
“Kondisi saat ini saja sedang mengalami kerusakan yang sangat pasrah karena perambahan hutan, illegal loging, Alihfungsi lahan yang setiap tahun berimpilkasi pada munculnya berbagai bencana seperti banjir bandang, kekeringan dan sebagainya,” tandas Murdani kepada LOMBOKita melalui siaran tertulis, Kamis (23/01/2020).
Proyek pembangunan kereta gantung di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani, katanya, akan memberi dampak perusakan lingkungan oleh commercial facilities development, karena jelas akan terjadi perubahan bentang alam yang signifikan, apalagi luasan areal yang akan diminta izinnya lebih dari 500 hektar.
Proyek pembangunan kereta gantung di Taman Nasional Gunung Rinjani melalui Desa Karang Sidemen Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah, menurut Murdani, merupakan kebijakan tergesa-gesa karena sampai saat ini belum ada feasibility studies atau kajian kelayakannya.
Demikian pula dengan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang kemudian dilakukan izin lingkungan berupa AMDAL yang akan memberikan informasi detail desain proyek tersebut juga tidak pernah dilakukan.
“Ujug-ujung malah mau melounching pembangunan kereta gantung di kawasan taman nasional Gunung Rinjani yang rencananya akan dilaksanakan pada Mei 2020 mendatang,” tukas Dani.
Keberadaan kereta gantung di kawasan TNGR juga, kata Dani, akan mengganggu habitat flora dan fauna di sepanjang jalur kabel dan tiang pancang kereta gantung.
“Kami khawatir, intensitas beroperasinya fasilitas kereta gantung di sekitar TNGR akan merubah prilaku dan pergerakan fauna, sehingga lama kelamaan akan menyebabkan kepunahan di sekitar tempat itu,” imbuh Murdani.
Kawasan Gunung Rinjani, lanjut Murdani, adalah kawasan adat the cultural heritage dan bahkan menjadi world heritage dan diakui sebagai kawasan UNESCO Global Geopark yang harus dijaga nilai-nilai yang hingga saat ini masih disakralkan oleh masyarakat di pulau Lombok.
Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, katanya, akan memunculkan masalah sampah yang lebih serius dari saat ini. Pengendalian sampah di sekitar TNGR saat ini masih sulit diatasi, apalagi setelah adanya kereta gantung yang jumlah kunjungan meningkat.
Para Porter dan warga yang menggantungkan hidupnya dari pendakian Rinjani juga akan hilang mata pencahariannya hanya untuk ambisi proyek kereta gantung yang aliran uangnya akan kembali ke investor / pemodal, dan rakyat akan menjadi penonton.
“Kebijakan atas rencana pembangunan proyek fantasi kereta gantung di kawasan Geopark Internasional Rinjani sungguh ‘melukai’ rasa cinta alam kita yang justru di saat kita sedang gencar-gencar melakukan upaya konservasi dan proteksi lingkungan,” jelas Murdani.
Karena itu, Murdani menegaskan WALHI NTB menolak pembangunan Kereta Gantung di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani karena lingkungannya tidak mendukung, serta menolak ekspolitasi alam Rinjani untuk investasi yang mengatasnamakan kesejahteraan, tapi justru akan mendatangkan kemsikinan, bencana dan kemudaratan.
WALHI juga mendesak Gubernur NTB dan jajarannya untuk menghentikan rencana pembangunan kereta gantung di kawasan TNGR.
“Rakyat tidak butuh kereta gantung karena kehidupan rakyat tergantung pada kelestarian alam Rinjani sebagai sumber kehidupan,” tutup Murdani.