Masih ingat dengan pemberitaan seorang Caleg Demokrat di Lombok Tengah NTB yang mendapat gugat cerai dari suaminya usai Pileg 2019 lalu ?, ternyata hingga saat ini kasusnya masih berjalan di Pengadilan Agama Negeri Praya, Lombok Tengah.
Dimana Hj.Enok Mutiah, Mantan Caleg Demokrat Loteng mendapat gugatan cerai suaminya TGH.Fahrudin yang merupakan salah satu komisioner Baznas Lombok Tengah usai Pileg.
Putusan cerai belum selesai, Hj Enok berbalik melakukan gugatan ke suaminya terkait harta Gono Gini yang belum tuntas di Pengadilan Agama.
Sebelumnya lewat salah satu media online lokal politisi Demokrat itu menyebutkan pembagian rata sejumlah aset seperti kebun, sawah dan hewan ternak yang terletak di Desa Karang Sidemen dan desa Tanak Beak, Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah. Gugatan harta gono gini ini masih dalam tahap pemeriksaan Pengadilan Agama Praya.
“Namun pada pemeriksaan hari pertama, saya mendapatkan keterangan, sebagian sawah dan hewan ternak sudah dijual secara sepihak oleh H. Fakhruddin, tanpa sepengetahuan saya,” katanya.
Hj. Enok menambahkan, usai sidang di kantor lurah, pemeriksaan hari kedua pada Jumat 9 Oktober 2020 dilakukan di Yayasan Pendidikan Islam Subulussalaam (YAPISBA) Gerunung. Yayasan tersebut masuk dalam pemeriksaan karena dirinya mencantumkan yayasan, tanah serta sejumlah barang-barang di lokasi tersebut masuk dalam gugatan rekonvensinya. Namun pada saat pemeriksaan, menurut Hj.Enok, tiga orang Majelis Hakim dan tim pengacaranya dihalang-halangi sejumlah orang yang meminta agar pemeriksaan tidak dilakukan.
“Sejumlah orang yang diduga adalah suruhan H. Fakhruddin itu bersikeras kepada Majlis Hakim tidak boleh melanjutkan pemeriksaan karena yayasan itu bukan milik H. Fakhruddin tetapi milik masyarakat,” Ungkapnya.
Ia menuntut harta gono gini kurang lebih senilai Rp.3 Milliar sebagai harta bersama dapat dibagikan. Hakim menjadwalkan akan melakukan sidang pada 20 oktober mendatang.
Bantahan TGH. Fakhrudin
Sementara itu TGH. Fakhruddin melalui Tim Kuasa Hukumnya menerangkan mengajukan permohonan talak untuk Hj. Enok pada Pengadilan Agama Praya pada tanggal 13 Januari 2020.
Kemudian pada hari Kamis, tanggal 13 Januari 2020 merupakan hari pertama memasuki sidang sekaligus Agenda Mediasi yang difasilitasi oleh Pengadilan Agama Praya dan yang menjadi mediator adalah salah satu hakim pada Pengadilan Agama Praya.
Ketika agenda Mediasi pada waktu itu yang hadir hanya Hj. Enok dan TGH.Fakhruddin diwakili oleh Kuasa Hukumnya Gilang Hadi Pratama.SH.
” Namun klien kami mengikuti jalannya Mediasi via Telekonferensi sehingga dianggap hadir sesuai Perma Nomor 1 tahun 2016 tentang Mediasi dan Hj. Enok atau termohon talak hadir sendiri tanpa menggunakan Pengacara. Dari hasil Mediasi tersebut, Hj. Enok menyatakan ingin berpisah dengan TGH. Fakhruddin dan kemudian dicatat dalam Berita Acara Mediasi oleh Hakim Mediator,” terang Gilang Hadi Pratama dalam keterangan tertulisnya, Rabu [14/10/2020].
Lebih lanjut Gilang menjelaskan, setelah melewati jawab-menjawab pada agenda persidangan, tiba saatnya pembuktian dari Pihaknya yangman pembuktian dan fakta persidangan itu menurut Gilang sangat pantas TGH.Fahrudin menjatuhkan Talak terhadap Hj.Enok.
” Bahwa ketika agenda saksi pada persidangan hari kamis tanggal 18 Juni 2020 klien kami mengajukan 2 (dua) orang saksi dan dari keterangan salah seorang saksi memberikan kesaksian dibawah sumpah yang tidak diduga-duga terkait prilaku Hj. Enok kepada suaminya dan Keluarganya yang kerap keluar rumah tanpa izin suaminya termasuk soal pergaulan yang bersangkutan disaksikan langsung oleh saksi yang memberi keterangan dibawah sumpah pada saat persidangan, ” katanya.
Selanjutnya gilang membantah klaim Hj.Enok terkait pemeriksaan harta gino gini pada tanggal 8 Oktober 2020 lalu.
Pada saat Agenda Pemeriksaan Setempat untuk obyek tanah kebun di Karang Sidemen yang diklaim menjadi harta gono-gini ternyata merupakan kawasan hutan atau milik negara, sehingga sidang pemeriksaan setempat tidak dilakukan pada lokasi tersebut. Kemudian mengenai obyek tanah sawah dan hewan ternak telah dijual ketika masa perkawinan sebagaimana keterangan orang yang menggarap dan memelihara hewan ternak.
Kemudian pada tanggal 9 Oktober 2020 dilakukan sidang pemeriksaan setempat di wilayah Gerunung, Pondok Pesantren Modern Subulussalam yang dijadikan obyek sengketa harta gono-gini.
” Masyarakat sekitar ketika mendengar pondok pesantren Subulussalam di gugat sontak memberikan reaksi dengan berkumpul di wilayah pondok pesantren bahkan melalukan penolakan terkait tindakan Hj. Enok yang menjadikan pondok pesantren sebagai obyek sengketa gono-gini, ” kata Gilang.
“Hj. Enok itu pasti tahu dengan jelas bahwa tanah pada pondok pesantren yang dijadikan obyek sengketa merupakan tanah warisan dan selebihnya merupakan wakaf dari warga sekitar,” tambahnya.
Sehingga menurut pihak TGH. Fahrudin sangat wajar jika ada respon penolakan dari warga setempat terhadap tindakan Hj. Enok yang menjadikan tanah & bangunan pondok pesantren Subulussalam dijadikan obyek Gugatan.
Mengenai obyek yang lainnya yang di gugat obyek sengketa harta gono-gini enggan ditanggapi oleh Tim Kuasa Hukum TGH. Fakhruddin. Dia menyebut akan menunggu putusan hakim.
” Jadi menurut kami apa yang beritakan oleh Hj Enok di salah satu media online tersebut adalah murni fitnah karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan maupun di persidangan,” tandasnya.