Lembaga Kajian Sosial Politik Mi6 mengingatkan pemerintah agar hati-hati menunjuk penjabat (Pj) kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan pada 2023 di NTB. Netralitas para Penjabat Kepala Daerah tersebut adalah prioritas utama selain integritas dan rekam jejak mereka.
“Pejabat yang ditempatkan itu harus yang benar-benar netral. Tidak berpihak kepada siapapun nanti yang ikut dalam kontestasi politik,” kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto di Mataram, Rabu (9/2/2022).
Pada 19 September 2023, Gubernur dan Wakil Gubernur NTB akan berakhir masa jabatannya. Mengingat Pilkada berikutnya baru digelar pada 27 November 2024, maka pemerintah akan menunjuk Penjabat Gubernur untuk Provinsi NTB. Penjabat ini akan bertugas hingga terpilihnya kepala daerah defenitif berikutnya. Selain di tingkat provinsi, penjabat kepala daerah juga harus disiapkan di Lombok Timur dan juga di Kota Bima. Di kedua daerah ini, bupati dan wali kotanya akan berakhir masa jabatannya pada 26 September 2023.
“Pemerintah harus selektif. Jangan lupa, penjabat kepala daerah ini memiliki kewenangan yang sama seperti kepala daerah defenitif. Karena itu, sosok yang ditunjuk haruslah yang paham pemerintahan dan punya leadership,” kata Bambang Mei mengingatkan.
Sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, maka Penjabat Gubernur akan diajukan Kementerian Dalam Negeri lalu dipilih langsung oleh presiden. Sementara, untuk Penjabat Bupati dan Wali Kota, diajukan oleh Gubernur dan dipilih oleh Kementerian Dalam Negeri. Dalam mekanismenya, akan diajukan tiga nama, dan dari tiga nama tersebut akan ditetapkan satu nama Penjabat Kepala Daerah.
Penjabat Bupati atau Wali Kota, akan diangkat dari pimpinan tinggi pratama setingkat eselon dua. Sedangkan Penjabat Gubernur akan berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya setingkat eselon satu. Dalam struktur pemerintahan, jabatan ini setingkat dengan direktur jenderal, sekretaris jenderal, kepala badan, sekretaris menteri, atau staf ahli menteri serta jabatan lainnya yang setara.
Bambang Mei menegaskan, Penjabat Kepala Daerah yang tidak netral akan berimplikasi pada kualitas pemilu mendatang. Sebab, Penjabat Kepala Daerah yang tidak netral tersebut bisa saja berpihak pada kekuatan politik tertentu.
“Akan menjadi sangat berbahaya kalau misalnya yang ditempatkan itu posisinya tidak netral dan berpihak pada suatu kekuatan politik tertentu,” kata pria yang karib disapa Didu ini.
Tantangan yang akan dihadapi para Penjabat Kepala Daerah ini juga menurut Didu tidak akan ringan. Sebab, tak ada yang dapat memastikan apakah pada 2023 pandemi Covid-19 sudah berakhir atau belum. Karena itu kata Didu, mutlak selain netralitas, maka pemahaman Penjabat Kepala Daerah pada pengelolaan pemerintahan dan leadership menjadi sangat penting. Sebab, mereka berpotensi masih akan memimpin dalam situasi krisis.
“Dalam hal ini, integritas dan rekam jejak Penjabat tersebut menjadi sangat penting,” tandas Didu.
Mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB dua periode ini juga mengingatkan bahwa meski dipimpin oleh Penjabat Kepala Daerah, program-program strategis di pemerintahan juga harus tetap berjalan. Oleh karenanya, para pejabat kepala daerah tersebut sudah pasti akan memiliki peran yang sangat sentral.
“Penjabat Kepala Daerah akan menjadi kunci efektivitas dan kesinambungan pemerintahan berikutnya setelah kepala daerah defenitif terpilih,” tukas Didu.