Beranda Editorial Pengamat Ekonomi Ungkap, Hutang Indonesia Untuk Bayar Bunga Hutang

Pengamat Ekonomi Ungkap, Hutang Indonesia Untuk Bayar Bunga Hutang

0
BERBAGI
Hutang Negara/Ilustrasi
Editorial Koranmerah.com

Permasalahan utang negara di Indonesia memang sering menjadi topik hangat yang diperbincangkan. Kali ini Faisal Basri, pengamat ekonomi senior, membongkar aliran uang utang negara.
Faisal Basri mengungkapkan bahwa utang negara membengkak bukan untuk Covid-19 yang sudah berlangsung dua tahun. Menurut dia bukan pandemi COVID-19 yang menyebabkan utang negara membengkak.
“Tolong pemerintah berhenti mewartakan kepada rakyat bahwa utang kita banyak karena Covid-19. Sebelum Covid pun sudah banyak, tolong lah fair,” Kata Faisal Basri, dikutip Hops.ID dari Pikiran-Rakyat.Com dalam artikel yang berjudul Utang Indonesia banyak bukan karena pandemi Covid-19, ketahuan duitnya lari kemana pada Sabtu, 12 Februari 2022.
Utang untuk bayar bunga
Dia juga menegaskan jika selama ini uang yang diperoleh pemerintah dari hasil mengutang banyak digunakan hanya untuk membayar hutang bunga.
Faisal Basri ingin mencoba mematahkan klaim selama ini tentang utang negara dipakai untuk belanja modal pemerintah.
“Siapa bilang belanja modal pemerintah yang menyebabkan utang semakin besar, sangat tidak betul,” Kata Faisal Basri.
“Kemana belanja negara (dari utang) yang paling banyak? Bayar bunga! Di era Pak Jokowi, pertumbuhan pembayaran bunga pinjaman itu naik 180 persen. Tertinggi!,” kata Faisal Basri.
Menurut Faisal Basri, belanja modal untuk pembayaran infrastruktur, sementara itu bersumber dari utang BUMN. “Jadi kalau utang BUMN ditambah utang pemerintah, tahun depan jumlahnya sudah mendekati Rp.10.000 triliun,” Kata Faisal Basri.
Dipihak lain, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menginformasikan utang Indonesia sepanjang 2020 sampai dengan akhir 2021 relatif terkendali dengan kenaikan 10,8 persen.
Sri Mulyani juga memberikan data kenaikan utang negara lain, misalnya Thailand yang alami kenaikan utang 17 persen, Filipina 22 persen, Afrika Selatan 12 persen, Malaysia 13,6 persen dan China 13,6 persen.
“Ini adalah salah satu cara untuk melihat apakah policy design yang kita lakukan relatif bekerja cukup baik dan efektif untuk menangani Covid-19 dan dampaknya ke perekonomian,” Kata Sri Mulyani.***
Sumber: hops

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here