“Jatuh cinta dengan tempat ini #Indonesia,”. tulis pebalap MotoGP 6 kali juara dunia, Marc Marquez. Ia menulis di akun Instagram pribadinya untuk memuji keindahan The Mandalika. Pujian yang sama dikatakan Pebalap Repsol Honda, Pol Espargaro yang menuliskan “Jatuh cinta padamu Mandalika,”.

Ajang Balapan World Superbike (WSBK) dan Seri MotoGP Indonesia 2022 adalah momentum dimana para pebalap dunia meluapkan kekagumannya terhadap keindahan The Mandalika, kawasan wisata dengan keindahan pasir putih yang berarak membentang sepanjang 7,2 Kilometer di wilayah selatan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Dari sekian banyak destinasi wisata di Pulau Bidadari ini, yang paling teranyar, adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) The Mandalika yang menjadi salah satu dari 10 Destinasi Wisata Super Prioritas. Penetapan sebagai status ini tidak luput dari eksotisme kawasan yang memiliki luas sekitar 1.250 Ha yang saat ini di bawah pengelolaan khusus oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), Sebuah perusahaan Pengembang milik Pemerintah.
The Mandalika telah menjadi kawasan wisata elit yang banyak menyedot perhatian pengunjung, baik nasional maupun internasional. Untuk menunjang kenyamanan berwisata di tempat ini, pihak pengembang bekerjasama dengan para investor menyediakan berbagai fasilitas, mulai dari taman, arena bermain, pasar seni hingga akomodasi. Khusus untuk akomodasi, selain hotel yang sudah ada, setidaknya ada 8 hotel super mewah akan dibangun di tempat ini dengan nilai investasi Rp.14 triliun. Saat ini seluruh akomodasi di sekitar KEK Mandalika terdapat 1.800 kamar untuk menunjang perhelatan di kawasan yang mirip Nusa Dua Bali ini. Sementara direncanakan ada 20.000 kamar yang bakal dibangun di kawasan.
Di samping itu, kehadiran Sirkuit Mandalika bak pelengkap prestisiusnya berwisata di tempat ini. The Mandalika berkolaborasi dengan Pertamina dan pihak promotor sudah sukses menggelar dua balapan bergengsi yakni WSBK pada tanggal 19-21 November dan tanggal 11-13 November 2022 serta MotoGP pada tanggal 18-20 Maret 2022. Lalu pada tahun ini Sirkuit Mandalika dijadwalkan akan menggelar WSBK Mandalika 2023 pada 3-5 Maret dan Seri MotoGP pada 13-15 Oktober mendatang.
Melihat pergerakan industri pariwisata di KEK Mandalika, maka otomatis memerlukan pasokan energi listrik yang cukup besar, tentunya akan menjadi sisi lain dari pembangunan KEK Mandalika.

The Mandalika, Pertarungan Energi ‘Kotor’ Dan Energi ‘Bersih’
Sebagai pusat pariwisata berskala dunia, The Mandalika membutuhkan energi listrik cukup besar. Data dari Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral (Dinas ESDM) Provinsi NTB mencatat, kawasan The Mandalika membutuhkan aliran listrik sebesar 30 Mega Volt Ampere (MVA) dan khusus untuk Sirkuit Mandalika sebesar 5,18 Megawatt (MW).
Di sisi lain, sampai saat ini pemerintah belum melakukan uji emisi di kawasan The Mandalika. Padahal energi listrik untuk memasok berbagai pergelaran termasuk balapan sangat besar. Belum lagi gundulnya hutan di sekitar kawasan menjadi menambah dampak polusi dan memperparah iklim global.
“ Sepertinya mungkin belum dilakukan kegiatan seperti itu (uji emisi), “ kata Niken Arumdati, Sekretaris Dinas ESDM NTB, (09/02/2023).
Setidaknya, pasokan energi listrik untuk mendukung kegiatan wisata di Mandalika menjadi barometer untuk mengukur emisi yang dihasilkan. Sebagai ilustrasi, setiap sekali balapan MotoGP digelar, setidaknya mendatangkan 102.801 penonton pada tahun 2022 dan balapan WSBK mendatangkan 40-60 ribu penonton.
Dinas Lingkungan Hidup Lombok Tengah (DLHK) membenarkan belum ada uji emisi di Kawasan The Mandalika.
“ Bisa ( jadi barometer uji ), tapi nanti kita lihat datanya. Ada beberapa item lingkungan yang perlu diuji oleh intern Mandalika, selama ini uji emisi belum dilakukan, ” Kata Kepala Dinas DLHK Lombok Tengah, (17/02/2023).
Kendati belum ada uji emisi untuk KEK Mandalika, DLHK Lombok Tengah memperkirakan, nilai emisi gas buang seperti SO2, NO2, total partikulat dan kadar kepekatan akut masih terpantau dalam ambang standar.
“ Kalau yang ditanyakan emisi kualitas udara, nanti kita lihat event per event, tapi saya rasa masih memenuhi baku mutu, karena tidak ada pembakaran fosil disana, “ katanya berasumsi.
Problem emisi dari sumber energi kotor di Mandalika dengan segenap kegiatan pariwisatanya juga mendapat sorotan dari pegiat iklim dan lingkungan, Portir Indonesia Internasional, sebuah NGO yang bergerak di bidang kelestarian lingkungan dan iklim. Ketua Portir II, Maya Suripto mengingatkan, mestinya pemerintah dan ITDC selaku pengembang kawasan, harus memprioritaskan kesehatan lingkungan untuk menunjang Pembangunan Wisata di KEK Mandalika.
“ Kami sebagai pemerhati lingkungan sangat prihatin dengan kondisi ini, Jeranjang (salah satu PLTU) yang memasuk lebih besar dibandingkan di PLTS di Sengkol, malah yang lebih besar energi yang berbahan fosil yaitu batubara kaan. Tentu kami prihatin, jika kita belum bisa berkomitmen untuk menggunakan energi terbarukan. Dalam perjanjian di Glasgow, Presiden Jokowi sendiri berjanji untuk menurunkan suhu udara 1,5 derajat, “ kata Maya Suripto.
Maya juga melihat tidak ada komitmen dari pemerintah untuk melakukan netralisasi. Padahal Kawasan KEK Mandalika dapat dijual sebagai destinasi yang menggunakan energi bersih yang ramah lingkungan.
“ Kami belum melihat belum ada komitmen mengadakan konservasi dari eksploitasi yang dilakukan. Hal ini juga berkaitan dengan regulasi yang masih longgar, “ kata Maya.
Di sisi lain, penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai bahan suplai energi di kawasan the Mandalika saat ini masih sangat minim. Data dari PLN Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan, dari 30 MVA untuk kawasan The Mandalika dan 5,18 MW khusus untuk operasional sirkuit Mandalika, baru sekitar 5,4 MW yang disuplai dari EBT.
“ KEK Mandalika disuplai dari pembangkit EBT terdekat yakni PLTS Sengkol dengan kapasitas 5,4 MW. Namun untuk mendukung keandalan suplai, mengingat PLTS beroperasi sesuai kesiapan iradiasi matahari maka suplai listrik juga terkoneksi dengan Sistem Kelistrikan Lombok , “ Kata Moh Kukuh Amukti , MSB Komunikasi dan TJSL PLN Unit Induk Wilayah NTB, (10/02/2023).
Adapun pembangkit listrik fosil yang saat ini beroperasi di Pulau Lombok yang memasok listrik ke seluruh wilayah termasuk ke Mandalika terdapat di beberapa lokasi pembangkit. dan yang terbesar di PLTMGU Lombok Tanjung Karang dengan kapasitas 13x 9,76 dan PLTU/PLTG Jerangjang dengan kapasitas 3 x 25 MW.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Barat juga mengkritik timpangnya persentase energi ‘kotor’ dengan energi ‘bersih’ di kawasan Mandalika, termasuk kawasan penyangga. Walhi mengingatkan kondisi ini berbahaya bagi lingkungan. sebab kondisi ini malah bertolak belakang di tengah kampanye Net Zero Emisi yang digaungkan Pemerintah Provinsi pada tahun 2050. Faktanya, Pembangkit listrik batu bara di Lombok Timur justru jalan terus. pembangkit berkapasitas 2×50 Mw itu, rencananya juga untuk menyuplai listrik ke Kawasan Mandalika.
“ Yang saya mau katakan, ini berbanding terbalik, harusnya PLTU atau PLTD yang sudah ada segera dihentikan operasinya, lalu mengembangkan pembangkit yang bersumber dari EBT, kita punya potensi besar, tinggal bagaimana pemerintah menggandeng PLN, BUMN dan swasta, “ kata Direktur Eksekutif Walhi NTB, Amri Nuryadin.
Kritik Walhi juga ditujukan kepada ITDC yang kurang serius menata ruang sekitar. Amri mengatakan ada 10 bukit di sekitar Pantai Mandalika dalam pengamatannya tidak ada satupun ditanami pepohonan sebagai penetralisir dampak buruk dari aktivitas pariwisata di kawasan KEK Mandalika.
“ Bahwa selain laju kerusakan hutan di NTB yang begitu parah yakni hampir 60% dari 1,1jt Ha luasan hutan di NTB dalam keadaan kritis, keterancaman kerusakan ekologi juga terjadi di Pesisir pulau lombok dan pulau sumbawa yang sangat diduga kuat terjadi disebabkan oleh investasi skala besar dalam industri pariwisata yaitu KEK Mandalika di pesisir selatan Lombok Tengah seluas 1.250 Hektar, “ pungkas Amri.

Destinasi Wisata Energi Bersih , Ikon Baru The Mandalika Dan Kawasan Penyangga
Sebenarnya The Mandalika berpotensi besar menjadi Ikon destinasi wisata energi bersih. pendapat ini diungkapkan oleh Pengamat Energi, Qurtubi. Bahkan secara radikal Qurtubi menyarankan agar sejumlah pembangkit listrik yang bersumber dari fosil segera dihentikan total pengoprasiannya, lalu menggantinya dengan sumber energi EBT.
“ Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat perlu mulai mewacanakan ikon baru yang menggambarkan destinasi wisata yang ramah lingkungan dengan penggunaan energi bersih yang dihasilkan dari Energi Baru Terbarukan (EBT) yang diproduksi dari daerah sendiri, “ kata Qurtubi.
Sehingga lanjut Qurtubi, destinasi The Mandalika tidak hanya mengandalkan keindahan alam, baik pantai maupun pegunungan, tetapi akan menjadi Ikon Wisata yang bebas emisi.
“ Karena sudah menjadi kewajiban semua negara, termasuk negara kita, sudah ratifikasi paris agreement climate change menjadi undang-undang yang harus ditaati dan dilaksanakan wujudnya adalah mengurangi pemakaian energi fosil, “ kata Qurtubi .
Berdasarkan data PLN di Pulau Lombok, sudah beberapa pembangkit listrik tenaga diesel yang diistirahatkan. Antara lain PLTD Taman di Kota Mataram berkapasitas 5,5 Megawatt (MW), dan PLTD Sewatama di komplek PLTU Jeranjang, Kabupaten Lombok Barat, berkapasitas 30 MW, serta PLTD Gili Trawangan 0,9 MW. Sementara untuk wilayah Pulau Sumbawa, sejumlah PLTD juga sudah dikurangi operasinya, yakni PLTD Taliwang 1,1 MW di Kabupaten Sumbawa Barat, PLTD Labuhan 3,3 MW di Kecamatan Badas, Kabupaten Sumbawa, dan PLTD Dompu 1,8 MW.
Selain penghentian beroperasinya pembangkit listrik bersumber dari fosil, Qurtubi juga mengharapkan pemerintah pusat, daerah dan PLN khususnya terus berupaya untuk mengembangkan Pembangkit listrik EBT berskala besar untuk menyuplai ke destinasi wisata Mandalika dan kawasan penyangga.
“ Kita punya potensi energi matahari, panas bumi, angin dan arus laut, “ katanya.
Tidak hanya itu, pemerintah diminta berani membuka wacana agar balapan MotoGP di sirkuit Mandalika berasal dari listrik terbarukan untuk mengurangi emisi saat balapan berlangsung, “ dan indonesia mempelopori, akan diacungi jempol oleh seluruh dunia, sebab sampai sekarang belum ada ide untuk menggunakan sepeda motor listrik untuk balapan, ” kata mantan anggota Komisi Komisi VII DPR RI ini.
Sementara itu, pada wilayah penyangga The Mandalika yang terintegrasi dengan pedesaan bisa diterapkan program Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hydro (PLTMH). Gagasan ini diutarakan oleh Shafwan Amrullah, seorang ilmuwan dari Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Teknologi Sumbawa.
Dalam penelitiannya, PLTMH dapat digunakan untuk menyuplai energi listrik ke destinasi wisata berbasis desa.
“Pada dasarnya pemerintah tidak akan kesulitan jika serius melakukan pengembangan,”kata Shafwan yang juga peneliti Rinjani Institute.
Ia menjelaskan data air yang diambil dari sungai memperlihatkan rata-rata debit air sungai-sungai kecil di pedesaan Provinsi NTB adalah sekitar 0,189 m3/detik. Berdasarkan penelitiannya, rata-rata kecepatan air yang didapatkan adalah 0,5 m/s, dengan tinggi basah sungai 0,16 m, dan lebar sungai rata-rata 2,43 m. Sungai di pintu air setiap bendungan yang ada di NTB dapat menggunakan turbin air skala kecil. Misalkan dapat dikembangkan dengan pembangunan turbin air jenis poros vertikal tipe savonius.
“Sehingga dengan adanya hasil perhitungan ini, PLTMH dengan jenis kaplan turbin ini dapat mensuplai setidaknya 10-20% kebutuhan listrik di setiap pedesaan di NTB, “ katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat mendukung upaya-upaya pemerintah untuk menerapkan kawasan wisata yang bersih dari energi kotor. Anggota Komisi VI DPRD NTB, Ahmad Fuaddi mengatakan sejauh ini, dalam sejumlah rapat bersama pemerintah, program untuk pengembangan EBT sudah dianggarkan. Kebijakan anggaran ini, tidak hanya untuk kawasan wisata, tapi juga ke kawasan perkotaan.
“Kita mendorong pemerintah daerah melakukan upaya upaya strategis, kami bahkan sudah memasukkan anggaran untuk panel surya misalnya, itu diperuntukkan di Rumah Sakit Daerah NTB. Di kawasan wisata pun bisa dilakukan,” katanya, Ahmad Fuaddi.
Meski demikian, Fuad meminta pemerintah daerah untuk menelisik kembali potensi sumber daya EBT yang ada di NTB agar bisa menjadi acuan dan dapat dibahas bersama DPRD. Secara umum, anggota dewan mendukung kebijakan strategis dalam bidang energi sesuai visi misi di Rencana Umum Energi Daerah Provinsi (RUED-P) Nusa Tenggara Barat.
Senada, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari NTB, Ahmad Sukisman Azmi juga menyatakan saat ini DPD ikut terlibat dalam rancangan RUU EBT yang tengah dalam pembahasan. Setidaknya DPD sudah memberikan 5 rekomendasi atas telaah dari RUU tersebut yang intinya berkaitan dengan konsep dan teknologi pengembangan EBT. Khusus NTB, Sukisman pun optimis EBT akan menjadi sumber energi listrik jika secara bertahap terus dikembangkan, terutama menyuplai kawasan wisata.
“Terkait dengan EBT, memang lagi dirancang undang-undangnya, itu untuk daerah pariwisata sangat memungkinkan. Kita di daerah selatan, panas matahari kan cukup menyengat, jadi kalau menggunakan panas matahari kan sangat memungkinkan, “ kata Sukisman.
Pemerintah daerah sebenarnya sudah sejak lama memberikan perhatian khusus terhadap penerapan EBT di kawasan wisata The Mandalika. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, Lendek Jayadi, pemerintah daerah berencana ingin menjadikan penerapan EBT di Mandalika menjadi pilot project destinasi wisata yang berkelanjutan dengan mengedepankan ketersediaan energi bersih yang ramah lingkungan.
“Tentu itu menjadi keinginan bersama kita, karena rendah emisi menjadi suatu keharusan. Karena daerah kawasan wisata itu dimana tempatnya berkumpulnya para komunitas, untuk menjamin kesehatan para wisatawan di daerah itu yang kaitannya dengan green zone, “ terang Lendek.
Lendek mencontohkan, wisata rendah emisi yang menerapkan energi bersih berangsung-angsur sudah dimulai melalui penerapan motor listrik dan sepeda kayuh di kawasan pantai.
“ Kita sudah mulai, tinggal kita galakkan, sehingga ini menjadi mesin ekonomi yang efektif, ramah lingkungan dan rendah resiko dan tentu menjadi daya tarik tersendiri (kawasan mandalika), karena memastikan lingkungan itu harus sehat dan steril, “ katanya.
Sementara itu, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), perusahaan BUMN pengembang dan pengelola kawasan The Mandalika, menegaskan sudah melakukan berbagai terobosan dalam upaya penerapan energi bersih di KEK dan kawasan penyangga, seperti yang dilakukannya di Nusa Dua Bali.
“Melalui anak usaha, ITDC Nusantara Utilitas, telah dikembangkan project pioneer PLTS Rooftop yang bekerjasama dengan SUN Energy seperti di kawasan pariwisata The Nusa Dua Bali,” kata I Putu Mirayana, Vice President Corporate Secretary ITDC.
Pada tahun 2019, ITDC juga sudah ada MoU bersama PT Indah Karya (Persero)/Indah Karya untuk pembangunan dan pengembangan EBT di KEK Pariwisata Mandalika. Melalui perjanjian ini, ITDC dan Indah Karya bersepakat untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan di KEK Mandalika melalui pemanfaatan teknologi Wind Turbine.
Selain itu, ITDC juga telah membangun fasilitas penunjang di kawasan Mandalika yang berasal dari EBT, antara lain penerangan jalan umum (PJU) dan charging station berbasis tenaga surya hingga pemanfaatan lahan untuk solar farm. Saat ini sebanyak 541 unit penerang jalan umum (PJU) berbasis tenaga surya telah terpasang dan tersebar di sejumlah titik dalam kawasan The Mandalika. Sebanyak lima unit charging station berbasis solar cell juga tersebar di Kuta Beach Park dan Pertamina Mandalika Circuit.
“ Instalasi PJU dibangun sebagai bagian dari program Mandalika Urban Tourism and Infrastructure Project (MUTIP), sementara fasilitas publik charging station disiapkan melalui kolaborasi antara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Yayasan Sinar Utama Nusantara (SUN). Selain itu, ITDC akan menyediakan lahan seluas 24,9 ha untuk penyediaan solar farm di zona tengah kawasan The Mandalika yang akan dikerjasamakan dengan calon investor, “ terangnya.
ITDC juga menyediakan moda transportasi berupa 20 unit motor listrik, 4 unit buggy, dan 5 unit segway untuk menunjang aktivitas operasional kawasan. Ditambah Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) yang berfungsi untuk mengolah air laut menjadi air bersih yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan air bersih di dalam kawasan.
“Jumlah jaringan utilitas di dalam kawasan inipun tidak hanya berhenti saat ini saja, melainkan akan terus bertambah seiring dengan penambahan infrastruktur dasar yang terus berkembang di The Mandalika, “ kata Mirayana.
Ditanya mengenai uji emisi pada ajang balapan motor, Miryana menjawab acuannya Dorna Sport. Dikutip speedweek.com, penerapannya dimulai secara bertahap, di mana pada 2024 porsi penggunaan bahan bakar non-fosil hingga 40 persen untuk semua kelas FIM Gand Prix World Championship. Dan pada 2027, penggunaan bahan bakar non-fosil ditargetkan mencapai 100 persen.
“Dengan harapan dapat memenuhi fasilitas kawasan sebagai destinasi pariwisata bertaraf internasional dengan konsep pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism,“pungkasnya.
