Keberadaan Bendungan Tiu Kulit di Kecamatan Maronge kini mulai mengkhawatirkan karena hutan yang berada di sekitarnya mulai dijamah oleh lebih dari 20 orang oknum warga setempat. Mereka menggarap lahan hutan tersebut untuk menanam jagung.
Penjamahan hutan sekitar Bendungan tersebut bukannya tidak mendapat perlawanan dari warga kebanyakan yang notabene petani pengguna air irigasi yang bersumber dari Bendungan. Bahkan pemerintah Kecamatan setempat, tercatat sebanyak 4 kali memediasi para penggarab dan warga lain yang khawatir sumber air mereka terancam. Hanya saja, oknum penggarap tidak kunjung mundur dan terus melakukan penebangan.
Keterangan yang diperoleh dari Camat Maronge, Lukmanuddin, bahwa lahan hutan sekitar Bendungan Tiu Kulit yang digarap dan dirambah oknum warga tersebut mengakibatkan berkurangnya debit air.
Menurut Camat, para penggarap mengklaim bahwa lahan hutan tersebut dulunya adalah lahan garapan yang menjadi hak milik leluhur mereka.
“Sebelum ada Bendungan lahan sekitar tidak ada yang memiliki. Tidak ada hak milik di situ. Waktu pembangunan Bendungan saya yakin sudah clear status kepemilikan lahannya,” tegasnya.
Dia mengatakan, awalnya penggarap lahan hutan di sekitar Bendungan Tiu Kulit berjumlah 37 orang namun setelah diberikan pemahaman ada yang menarik diri dan tersisa 25 orang yang masih bertahan.
“Yang 25 orang ini beralasan akan menanam jagung. Dengan kondisi debit air yang berkurang, kita tidak mengijinkan,” tambahnya.
Dia mengungkapkan, karena ulah mereka yang bertahan tersebut ada riak-riak dari warga lain yang ingin menghakimi para penggarap lahan. Hal itu dianggap sebagai bentuk kegeraman warga sekitar yang khawatir debit air Bendungan akan semakin berkurang.
Camat Maronge bahkan mengkhawatirkan akan terjadi gesekan antara warga penggguna air irigasi dengan oknum yang menjamah hulu Bendungan Tiu Kulit. Sebenarnya dia sudah mengantisipasi supaya warga menahan diri dan juga telah melaporkan persoalan ini kepada Bupati Sumbawa , Kapolres dan Dandim tapi sejauh ini belum ada tindaklanjut berarti.
“Saya sudah bersurat ke Bupati, Kapolres dan kepada Dandim. Bahkan ke pihak Kehutanan menyatakan lokasi itu bukan hutan lindung, meski begitu maksud saya marilah kita cegah kegiatan itu,” kata Lukman kesal.
Dia menambahkan, ketika Dinas Kehutanan masih berada di Kabupaten dan Kepala Dinasnya dijabat Ir. Sigit Wratsongko, dinyatakan bahwa lokasi Bendungan Tiu Kulit merupakan kawan hutan lindung yang diperpinjamkan untuk Bendungan. bs