Rencana pembangunan Bendungan Meninting yang sempat hilang kabarnya itu, kini mulai memasuki titik terang. Diam-diam ternyata tahapan proses kegiatannya sudah berjalan. Begitu pula dananya sudah tersedia. Dari 6 tahapan awal yang dilalui, kini sudah mencapai tahapan kelima.
“Tinggal tahapan keenam yakni pembebasan lahan yang belum dilakukan,” ujar Asisten II Pemprov NTB, H. Chairul Machsul siang tadi, (22/11) di Mataram.
Dikatakan, untuk rencana pembangunan Bendungan Meninting ini masih belum ada kejelasan masalah tanah. Kondisi ini tentunya cukup ruwet, karena akan menyebabkan kontraktor belum berani mengambil langkah.
Dirinya berharap agar tahun 2018 ini pembebasan lahan dan pembuatan jalan masuk sudah selesai.
“Saya harap Pemkab Lobar segera menyelesaikan proses apraisial. Apalagi uangnya sudah ada dari APBN dan bukan APBD,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Asisten II Pemkab Lobar Hj. Baiq Lale Prayatni menjelaskan, pihaknya sudah menganggarkan dari APBD-P sebesar Rp 2,3 milyar.
Baiq Lale menepis anggapan pihak Pemkab Lobar lamban dalam menyelesaikan pembebasan lahan. Menurutnya, Pemkab Lobar tetap melakukan koordinasi dengan BPN Provinsi maupun Lobar. Namun yang menyebabkan keterlambatan ini adalah adanya informasi proyek pembangunan bendungan Meninting dihapus. Selain itu pada saat yang sama Lobar mengalami defisit anggaran.
“Uang kami juga defisit pada waktu itu akibat gempa,” jelas Baiq Lale.
Sementara itu kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I, Ir. Asdin Julaidy menjelaskan, fungsi Bendungan Meninting ini nantinya sangat banyak. Lahan yang bisa diairi mencapai 2.600 hektar. Airnya nanti selain dibawa ke Dam Mujur, juga akan mengganti pelayanan mata air Ranget untuk kebutuhan masyarakat.
“Mata air Ranget nanti bisa fokus untuk PDAM,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, air bendungan ini juga akan dapat membantu aliran bendungan Pandan Duri sehingga air dari kokoq Babak bisa diover ke bendungan Pandan Duri. Sementara itu air baku bendungan ini sendiri bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat Gunung Sari dan Lingsar.
Sementara itu Camat Gunungsari H. Rusni menjelaskan, terkait persoalan di masyarakat yang ketempatan pembangunan bendungan ini, hampir tidak ada. Desa yang terdampak adalah Bukit Tinggi yang masuk Gunungsari, dan Dasan Geria yang masuk kecamatan Lingsar.
Dikatakan H. Rusni, warganya yang ada di Dusun Kembalikan, Mur Padang dengan jumlah ratusan KK itu menerima untuk direlokasi. Namun yang terasa agak berat adalah pembangunan salah satu sekolah yang juga terkena proyek bendungan. Sekolah tersebut adalah SDN 3 Bukit Tinggi.
Mengenai harga tanah, H. Rusni mengatakan, sebelum adanya rencana pembangunan bendungan ini harganya sekitar Rp 5 juta per are. Tapi sekarang sudah naik, minimal Rp 10 juta per are.
“Tapi sekarang belum dibebaskan. Karena masih diukur oleh BPN,” pungkasnya.(rls/cand)