Sekitar 73 warga di kawasan pantai Are Guling, desa Tumpak, kecamatan Pujut, Lombok Tengah mengaku lahannya dicurangi oleh perusahaan yang membeli lahan mereka. Lahan mereka diduga dirampas dengan tipu muslihat perusahaan pengembang lahan. Dua perusahan itu yakni PT. Nusa Lestari dan PT. Otaka Tunggal.
Berbagai Modusnya dilancarkan oleh perusahaan untuk mengambil lahan warga. Seperti lahan mereka disertipikatkan tidak sesui dengan yang mereka jual ke perusahaan. Misalnya, warga ada yang jual ke perusahaan hanya 20 are, tapi anehnya perusahaan membuat sertipikat seluas satu hektar.
Selain itu, modusnya ialah ada perusahaan yang puluhan tahun silam membeli tanah warga hanya dengan memberikan uang muka saja, tapi kemudian datang perusahan baru kepada warga dengan mengaku sebagai lahannya kemudian memberikan tali asih secara paksa kepada warga.
Modus yang ketiga ialah lahan warga yang berada di pinggir pantai diambil alih oleh perusahaan tanpa seizin warga dengan cara melakukan pemagaran hingga 10 meter di bibir pantai. Padahal sesui peraturan tata ruang harusnya jarak pantai dengan bangunan harus 100 meter.
Keluhan dan aduan warga ini di sampaikan ke Gerakan Peduli pembangunan desa (GPPD) NTB.
” Ini merampas lahan warga, karena prosedurnya sudah salah. Masyarakat bingung tidak tahu harus mengadu kemana. Mereka diancam dan lainnya. Ini tidak menarik, masyarakat diintimidasi.” Kata ketua GPPD NTB, Slamet Riadi alias Rebe.
Lebih lanjut Rebe menjelaskan 73 warga ini mengadu ke GPPD NTB karena sudah tidak tahan dengan sikap perusahan yang terkesan semena-mena terhadap warga.
Menurut Rebe ada 6 poin penting tuntutan warga kepada perusahan dan pihak terkait terkait lahan mereka. Seperti warga meminta agar lahan warga yang masih sengketa ini diselesaikan secara kekeluarga terkait pembayarannya dengan melakukan pengukuran ulang.
Selain itu, warga juga menuntut perusahaan mengganti rugi tanaman yang dirusak dan digusur oleh perusahaan. Sementara lahan yang sudah digusur dan diratakan, warga minta diberikan untuk menanamnya kembali karena kesannya terlantar, termasuk mereka juga meminta diberikan tempat tinggal bagi nelayan yang tergusur oleh perusahaan.
” Ini eksploitasi tanah. PT ini melakukan eksploitasi tanah, kemudian melakukan pembodohan secara massal, dan mencoba menggiring masyarakat dengan melakukan penggusuran tanpa melalui kearifan lokal.” tandas Rebe.
GPPD NTB menegaskan akan mengawal kasus ini hingga warga mendapatkan keadilan dari tindakan kesewenang-wenangan pihak perusahaan.
Sementara itu ditempat terpisah, Anggota dewan Lombok Tengah, Jayanti Umar meminta Pemda Lombok Tengah turun tangan menyelesaikan sengketa lahan antara warga dan pihak perusahaan pengambang lahan ini.
Jayanti meminta Pemda memanggil pihak perusahaan dan juga warga untuk duduk bersama menyelesaikan ini secara cepat agar polemik ini tidak berkepanjangan.
” Pemerintah harus turun tangan bahwa tanah tanah ini. Masyarakat ini siap secara kekeluargaan untuk menyelesaikan sampai pengadilan pun kalau berlanjut secara hukum, masyarakat juga siap,” kata Jayanti.
Menurut Jayanti, tindakan perusahaan yang menggantung lahan di kawasan wisata sangat merugikan bagi pariwisata. Dulunya, perusahaan ini menjanjikan untuk segera membangun, tapi sudah 30an tahun, lahan itu dibiarkan terlantar.
” Izin HGBnya selalu setiap tahunnya diperpanjang, kan merugikan masyarakat jadinya. Kalau mereka membangun dari dulu, masyarakat juga bisa terserap di pekerjaan,”tandasnya.
Mestinya penjelasan dari PT terkait juga komentar lah di laman surat kabar yg menyebar.