Menyikapi polemik kesenian Kecimol dan Ale Ale yang mengundang pro kontra di kalangan masyarakat Lombok saat ini, Tokoh Adat Lombok, Lalu Anggawe Nuraksi menyatakan pada dasarnya menurut ada istiadat, kesenian Kecimol dan Ale Ale tidak diperbolehkan menjadi pengiring dalam prosesi adat perkawinan Nyongkolan. Kedua kesenian itu adalah kesenian kontemporer hasil kreasi masa kini yang tidak ada sebelumnya.
Sementara kesenian Gedang Beleq dan kesenian sasak lainnya, merupakan kesenian prosesi yang sudah ada sejak zaman dulu. Dimana kesenian itu sudah ditetapkan turun temurun oleh Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat di kalangan masyarakat suku Sasak sebagai musik pengiring dalam prosesi adat Nyongkolan.
“ Kalau dipakai Nyongkolan memang harus dilarang. Karena dia tidak sesui dengan pakemnya. Jadi kalau orang Nyongkolan ini haru memakai kesenian prosesi yakni kesenian prosesi sasak. “ Kata Lalu Anggawe ketua Lembaga Konsultasi dan Mediasi Adat Sasak ini.
Selain persoalan Adat, Kecimol dan Ale Ale juga mengundang berbagai sisi negatif saat mengiringi Nyongkolan, yakni kerap mengundang perkelahian dan menjadi awal mula titik kemacetan arus lalu lintas karena joget jogetan ditengah jalan.
Namun demikian, menurut Anggawe, karena Kecimol dan Ale Ale adalah kesenian hiburan, maka bisa dipentaskan dengan tujuan menjadi penghibur saat begawe [Pesta] pada malam harinya. Karena pada malam hari itu tidak ada prosesi adat yang dikerjakan. Murni malam harinya sebagai malam hiburan bagi kedua mempelai dan masyarakat yang datang.
“ Sementara Ale Ala dan Kecimol ini adalah kesenian hiburan yang harusnya dipentaskan malam hari waktu acara Begawe.” Kata Wali Paer Bat Majlis Adat Sasak [MAS] ini.
Namun demikian, Anggawe menjelaskan tidak ada alasan untuk melarang secara total keberadaan Kecimol dan Ale Ale. Karena kedua kesenian itu adalah kesenian yang baru ada sebagai kreasi para seniman yang tidak bisa ditiadakan begitu saja.
“ Kalau dilarang dalam arti ditiadakan, saya tidak setuju. Haknya orang untuk berkreasi. Jadi kalau untuk nyongkolan tidak boleh harus memakai kesenian prosesi.” Kata pencipta lagu sasak ini.
Sebelumnya Pemda Lombok Tengah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lombok Tengah mendorong para Kades untuk membuat peraturan desa yang melarang Nyongkolan dalam Prosesi Adat Nyongkolan. Selain itu, diketahui sejumlah desa di Lombok sudah membuat aturan untuk melarang pementasan Nyongkolan dan Ale Ale di desanya.
Nyongkolan adalah salah satu prosesi dari tradisi dalam perkawinan Suku Sasak di Pulau Lombok. Dimana kedua mempelai mengunjungi orang tua pihak perempuan dengan diiringi oleh keluarga besar pihak laki-laki. Pada saat mengunjungi pihak keluarga perempuan ini, kedua mempelai selain diikuti oleh iring iringan keluarganya, tapi juga diiringi oleh kesenian musik khas asasak seperti Gendang Beleq dan sejenisnya.